Purbalingga, serayunews.com
“Memang benar, di masa pemerintahan Bupati Goentoer Darjono, Bandara Wirasaba juga sudah mulai digunakan untuk penerbangan komersial. Walaupun terbatas,” kata mantan Bupati Purbalingga Triyono Budi Sasongko, Kamis (10/6/2021).
Triyono yang merupakan Bupati Purbalingga periode 2000-2005 dan 2005-2010 mengatakan latar belakang militer Bupati Goentoer membuat yang bersangkutan memiliki akses untuk menjadikan pangkalan TNI AU tersebut menjadi sarana transportasi komersial pada saat itu.
“Itu juga yang membuat saya di tahun 2006 melontarkan ide agar Purbalingga memiliki bandara komersial untuk umum. Alhamdulillah hari ini bisa terealisasi,” kata Triyono.
Menurut Triyono dengan posisi geografis Purbalingga yang “Methengkong” alias tidak strategis, perlu memiliki sarana transportasi yang cepat dan efektif untuk terhubung dengan wilayah lain. Oleh karena itu keberadaan bandara sangat diperlukan.
“Apalagi kita memiliki puluhan Perusahaan Modal Asing (PMA) Korea yang memproduksi bulu mata. Pengangkutan dan pemasaran produknya ke luar negeri menggunakan pesawat,” terangnya.
Triyono menyampaikan ide dan gagasannya untuk mewujudkan pembangunan bandara dimulai dengan pembuatan desain perencanaan. Selanjutnya gagasan tersebut juga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sehingga ide membangun bandara dilanjutkan bupati periode selanjutnya. Mulai dari Heru Sudjatmoko (2010-2013), Sukento Ridho Marhaendrianto (2013-2015) dan Tasdi (2016-2018).
Usulan perubahan nama Bandara Wirasaba menjadi Bandara Jenderal Besar Soedirman dilakukan oleh Tasdi. Latar belakang pergantian nama tersebut karena Soedirman merupakan pahlawan kemerdekaan kelahiran Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang Purbalingga.
Sementara itu pemerhati sejarah Purbalingga Gunanto Eko Saputro menyampaikan Bandara Wirasaba yang ada di Desa Wirasaba Kecamatan Bukateja, dibangun di masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1938. Bandara tersebut merupakan fasilitas militer penting di era kolonial.
“Oleh pemerintah Hindia Belanda, Bandara Wirasaba menjadi jalur transportasi dan pertahanan udara utama di wilayah Karisidenan Banyumas,” kata Gunanto yang juga menuliskannya dalam “Sejarah Pangkalan Udara Wirasaba”.
Dalam tulisannya tersebut Gunanto menyampaikan ada sejumlah pejabat dan tamu negara yang turun di bandara Wirasaba sebelum melakukan berbagai acara. Dia menyebutkan tanggal 2 September 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendarat di bandara tersebut. Dalam sebuah dokumen, Gunanto menyampaikan tertulis Sultan Djocja’ itu disambut di pangkalan udara Wirasaba oleh Mayor F.R.W Hall, perwira militer Amerika Serikat yang bertugas untuk Komisi Tiga Negara.
Pesawat yang ditumpanginya adalah jenis Dakota yang merupakan milik Angkatan Udara AS. Tampak di lengan sang mayor ada badge K.T.N yang merupakan akronim dari Komisi Tiga Negara.
“Sebelumnya diplomat China pada 10 Oktober 1947, sebelum melakukan kunjungan ke wilayah Banyumas, juga mendarat di Bandara Wirasaba. Lalu petinggi militer Belanda Jenderal de Waal juga pernah mendarat di Bandara Wirasaba tanggal 6 April 1948,” papar Gunanto.
Dia bersepakat jika memang keberadaan Bandara di wilayah Kabupaten Purbalingga sudah memiliki peran strategis untuk jalur transportasi menuju wilayah Banyumas dan sekitarnya sejak masa lampau.
“Gagasan Bupati Purbalingga mulai Goentoer Darjono,Triyono Budi Sasongko, Heru Sudjatmoko, Sukento Ridho Marhaendrianto, Tasdi hingga resmi menjadi bandara komersial di masa Bupati Dyah Hayuning Pratiwi (Tiwi) memang dilakukan merupakan proses panjang dan kini bisa terealisasi,” imbuhnya.