SERAYUNEWS- Jagad maya heboh dengan adanya sebuah patung biawak berukuran besar yang berdiri gagah di Jalan Nasional antara Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo.
Lokasi tugu biawak ini berada di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Sekilas, patung ini tampak seperti biawak sungguhan yang sedang bertengger di atas batu besar.
Namun yang lebih menghebohkan lagi, pembangunan patung super realistis ini kabarnya hanya dengan anggaran Rp50 juta, bersumber dari Dana Desa.
Patung tersebut berlokasi strategis di pinggir Jalan Nasional Ajibarang–Secang, tepat di dekat Jembatan Krasak. Jembatan ini sejak lama terkenal sebagai Jembatan Biawak. Karena dulunya sering terlihat hewan reptil tersebut berjemur atau melintas di area sekitar Sungai Serayu tersebut.
Desain patung ini sangat realistis. Detail sisik, posisi tubuh, dan ekspresi biawak pada patung tersebut mampu mengecoh mata. Hingga tak jarang pengendara yang melintas berhenti sejenak karena mengira itu hewan asli.
Bahkan, banyak pengunjung yang menyempatkan berfoto di sana, menjadikan patung ini sebagai spot swafoto kekinian yang sedang naik daun di Wonosobo.
Tak butuh waktu lama, patung biawak ini langsung menyedot perhatian netizen di berbagai platform media sosial. Foto-fotonya berseliweran di Instagram, Twitter, hingga TikTok. Warganet memuji ketepatan konsep, keindahan visual, hingga efisiensi anggaran yang digunakan.
Yang membuat warganet makin takjub adalah fakta bahwa pembangunan tugu ini hanya menghabiskan dana Rp50 juta, bersumber dari alokasi Dana Desa.
Dana tersebut termanfaatkan secara maksimal oleh Pemerintah Desa Krasak untuk membangun ikon baru yang mampu memperkuat identitas lokal.
Angka ini terasa “jomplang” bila dibandingkan dengan sejumlah patung atau ikon daerah lain yang pembangunannya dengan anggaran miliaran rupiah. Namun justru menuai kontroversi karena bentuk yang kurang estetik atau konsep yang tidak jelas.
Viralnya Tugu Biawak ini membuat warganet mengangkat kembali isu-isu soal tugu-tugu di berbagai daerah yang sebelumnya sempat viral karena dianggap tidak sebanding dengan biaya pembangunannya.
Berikut beberapa di antaranya:
Terletak di perlimaan Sukorame, Gresik, patung gajah ini menjadi bahan olok-olok karena desainnya yang dinilai “kurang jelas”.
Pembangunan tugu ini dari dana CSR PT Petrokimia Gresik senilai Rp1 miliar, dan pengelolaannya oleh Pemkab Gresik. Meski niatnya baik, hasilnya malah menuai kritik karena tidak mencerminkan karakter kuat dari daerah.
Tugu yang berdiri di simpang Mall Lembuswana ini mengusung konsep siluet Pesut Mahakam, mamalia langka khas Sungai Mahakam.
Sayangnya, bentuk yang terlalu abstrak membuat banyak warga kebingungan. Padahal anggarannya mencapai Rp1,1 miliar.
Terletak di Alun-alun Gadobangkong, patung ini awalnya dianggap sebagai bagian dari proyek revitalisasi dengan dana Rp15,6 miliar dari Pemprov Jabar.
Walau dana tersebut untuk membangun seluruh kawasan alun-alun, patung penyu jadi sorotan karena bahan resin yang tampak biasa saja dan kabarnya sudah mulai rusak.
Tugu Biawak Wonosobo ini seolah memberi tamparan halus bagi proyek-proyek berbiaya tinggi yang tidak sebanding hasilnya.
Meski hanya berbekal anggaran minim, pemerintah desa berhasil menghasilkan karya monumental yang:
Lebih dari sekadar patung, Tugu Biawak adalah simbol kearifan lokal yang pengelolaannya bijak dan kreatif.
Ia mewakili semangat membangun desa dari identitas budaya yang benar-benar ada, bukan sekadar tiruan atau hasil tempelan konsep.
Dengan anggaran yang hanya sepersekian dari biaya tugu-tugu lain, Tugu Biawak Wonosobo mampu menunjukkan bahwa kualitas tak selalu datang dari dana besar.
Kreativitas, kedekatan dengan nilai lokal, dan efisiensi justru menjadi kekuatan utamanya. Kini, Desa Krasak punya ikon baru yang bukan hanya menghibur, tapi juga menginspirasi.
Sebuah bukti bahwa membangun desa tak selalu butuh anggaran jumbo asal pengelolaannya dengan hati dan visi yang jelas.