SERAYUNEWS– Ketidakjelasan pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) di Cilacap kembali memantik keresahan kalangan buruh. Hingga memasuki pekan kedua September 2025, Dewan Pengupahan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan menggelar sidang pleno sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (FSP KEP) Dwiantoro Widagdo menyebut, situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya peristiwa tahun lalu. Saat itu, pembahasan UMSK dihentikan sepihak oleh unsur pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Kala itu, alasan yang dikemukakan adalah keterlambatan batas waktu pengusulan ke gubernur.
“Padahal mereka telah menyepakati keterlambatan tersebut dan akan membahas lagi setelah penetapan UMK dan UMSK, tetapi mereka ingkar,” ungkap Dwiantoro, Selasa (9/9/2025).
Menurut Dwiantoro, buruh sebenarnya sudah berulang kali melakukan aksi protes atas keputusan tersebut. Bahkan, pada Juni lalu, perwakilan buruh sempat melakukan audiensi dengan Bupati Cilacap, Syamsul Auliya Rachman.
Saat itu, bupati berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan UMSK dengan membentuk tim ahli yang bertugas mengkaji dan menganalisis kondisi pengupahan di Cilacap, khususnya pada sektor-sektor tertentu.
“Pada waktu tersebut Bupati mempunyai kendala pada anggaran yang telah ditetapkan, tetapi akan mengajukan perubahan anggaran pada bulan Agustus supaya rencana kegiatan kajian dan analisis pengupahan segera bisa terealisasi,” ujarnya.
Namun, hingga pertengahan September, baik pemerintah daerah maupun Dewan Pengupahan belum menunjukkan langkah konkret. Keterlambatan ini membuat serikat buruh semakin meragukan keseriusan pihak terkait dalam menindaklanjuti persoalan upah.
Atas kondisi tersebut, Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (FSP KEP) menyatakan siap menggalang aksi lanjutan. “FSP KEP sebagai salah satu federasi serikat buruh berkomitmen untuk terus melakukan perjuangan. Para buruh Cilacap telah menyiapkan rencana aksi, baik audiensi maupun aksi massa,” tegas Dwiantoro.
Bagi buruh, kepastian mengenai UMK dan UMSK bukan sekadar angka, melainkan jaminan kesejahteraan dan kepastian hukum yang wajib ditegakkan. Serikat berharap pemerintah segera membuka ruang dialog, bukan membiarkan polemik berlarut hingga memicu gelombang demonstrasi besar.