SERAYUNEWS – Di tengah meningkatnya kesadaran isu kemanusiaan, konsumen semakin mempertimbangkan faktor etis dalam keputusan belanja, salah satunya yang pro Israel.
Salah satu isu yang sering menjadi sorotan adalah dukungan terhadap Israel dan dampaknya terhadap konflik Palestina.
Redaksi akan menyajikan lima brand produk kecantikan yang mendapat sorotan negatif karena dianggap pro Israel. Tidak hanya itu, ada juga alasan mengapa mereka layak mendapat boikot.
Ahava adalah brand kecantikan dengan produk perawatan kulit berbasis mineral dari Laut Mati.
Perusahaan ini bermarkas di wilayah pendudukan Tepi Barat yang menurut hukum internasional ilegal.
Selain itu, Ahava terlibat dalam eksploitasi sumber daya alam di wilayah ini yang menimbulkan kontroversi besar.
Kampanye Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) menargetkan Ahava karena keterlibatannya dalam pendudukan Israel di wilayah Palestina.
L’Oréal adalah raksasa kosmetik global yang mendapat kritik karena dukungannya terhadap Israel. Perusahaan ini memiliki hubungan bisnis dengan Israel, termasuk investasi dan penelitian.
Selain itu, L’Oréal juga memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh pro-Israel dan aktif dalam kegiatan yang mendukung negara tersebut.
Karena skala bisnisnya yang besar, boikot terhadap L’Oréal dapat memberikan dampak signifikan.
Estee Lauder adalah salah satu perusahaan kosmetik terkemuka di dunia. Ronald Lauder, putra pendiri perusahaan, adalah seorang pendukung kuat Israel.
Bahkan, Ronald Lauder pernah menjabat sebagai presiden World Jewish Congress.
Keterlibatan aktifnya dalam mendukung Israel dan kebijakan pro-Israel membuat Estee Lauder menjadi target boikot bagi mereka yang mendukung hak-hak Palestina.
Revlon juga termasuk dalam daftar brand yang diduga memiliki hubungan kuat dengan Israel.
Ketua dewan direksi Revlon, Ron Perelman, adalah seorang dermawan besar bagi berbagai organisasi pro-Israel.
Kontribusinya dalam mendukung kegiatan pro-Israel menjadikan Revlon sebagai target boikot bagi aktivis yang memprotes kebijakan Israel terhadap Palestina.
Garnier, anak perusahaan dari L’Oréal, juga mendapat perhatian karena dukungannya terhadap Israel. Pada 2014, Garnier menyumbangkan produk kecantikan kepada tentara Israel.
Jadi, itu menimbulkan protes dan ajakan boikot dari berbagai kelompok pendukung Palestina. Insiden ini memperkuat persepsi bahwa Garnier mendukung kebijakan kontroversial Israel.
Boikot adalah salah satu cara efektif untuk menyampaikan pesan dan menekan perusahaan agar mempertimbangkan kembali kebijakan dan hubungan bisnis mereka.
Dengan memilih untuk tidak membeli produk dari brand yang mendukung Israel, konsumen dapat berkontribusi dalam perjuangan untuk keadilan dan hak asasi manusia di Palestina.
Setiap keputusan belanja memiliki dampak dan melalui boikot, suara konsumen dapat mempengaruhi perubahan positif dalam praktik bisnis global.
Dalam dunia yang semakin sadar akan isu-isu sosial dan kemanusiaan, penting bagi untuk mempertimbangkan dampak dari pilihan produk yang kita gunakan.
Dengan memahami keterkaitan brand dengan isu-isu politik dan kemanusiaan, kita dapat membuat keputusan yang lebih beretika dan bertanggung jawab.*** (Umi Uswatun Hasanah)