SERAYUNEWS– Judi online belakangan ramai dibahas. Maraknya kasus judi online tentu sangat memprihatinkan. Karena, penduduk Indonesia mayoritas muslim, namun ternyata banyak yang kecanduan judi online. Apalagi perputaran uang judi online mencapai triliun rupiah.
Akademisi UIN Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Muhammad Ash-Shiddiqy memberikan sorotan, bagaimana kasus judi online dalam kaca mata Islam. Transaksi judi online di Indonesia, menurut Menko Polhukam RI, Hadi Tjahjanto meningkat.
“Bahkan pada tiga bulan pertama 2024 saja, perputaran uangnya mencapai Rp 100 triliun. Berdasarkan data di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pada 2023 sebanyak 3,2 juta warga negara Indonesia bermain judi online,” ungkap Ash-Shiddiqy dalam keterangannya, Senin (1/7/2024).
Menurutnya, berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia. Perputaran judi online di Indonesia mencapai Rp 517 triliun dari 2022-2023, dengan 3,3 juta penduduk terlibat.
“Lebih dari 2 juta di antaranya berasal dari kalangan masyarakat miskin. Termasuk pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil, dan ibu rumah tangga. Masyarakat ekonomi lemah yang terjerat judi online, karena berharap meningkatkan penghasilan tanpa usaha keras dan modal besar,” jelasnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) itu menyebut, dampak negatif judi online terasa nyata. Depresi, stres, bahkan kasus bunuh diri akibat kekalahan dalam perjudian, serta peningkatan tindak kriminal seperti pencurian dan perampokan untuk mendanai kegiatan berjudi.
Kemudian, kasus perceraian juga meningkat di beberapa Pengadilan Agama, karena dampak buruk judi online terhadap keluarga dan pernikahan. Judi online hanya menguras harta rakyat dan memberi keuntungan bagi pemilik bisnis perjudian.
“Walaupun Satgas Pemberantasan Judi Online telah dibentuk dan beberapa langkah telah diambil instansi terkait, seperti Kominfo dan PPATK, judi online masih menjadi masalah serius di masyarakat. Upaya pemberantasan dianggap minim efektif,” jelasnya.
Ini karena banyak pelaku yang bersembunyi di luar negeri dan promosi judi online oleh selebritis masih berlanjut tanpa konsekuensi hukum yang jelas. “Keraguan muncul terhadap keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini,” tutur dia.
Terutama, lanjut dia, setelah wacana pengenaan pajak terhadap permainan judi online di tengah kebijakan anti-judi yang dianut oleh negara-negara. Syariat Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa ’illat apapun, juga tanpa pengecualian.
Lebih lanjut dia menyebutkan, berjudi termasuk ke dalam cara memperoleh harta haram. Sementara itu harta haram hanya akan mengantarkan pelakunya pada ancaman Allah SWT. Keharaman judi dan sanksinya berlaku bagi semua warga negara, baik muslim maupun non-muslim.
Negara tidak boleh mengizinkan atau melokalisasi perjudian, termasuk memberikan izin khusus kepada non-muslim, karena itu sama saja dengan menghalalkan praktik perjudian. Bahkan memungut pajak dari perjudian dianggap haram.
Larangan berjudi dalam Islam bukan sekadar imbauan moral, tetapi juga diatur dengan sanksi pidana yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Menurut Syaikh Abdurrahman Al-Maliki, pelaku kejahatan perjudian layak dihukum dengan ta’ziir yang bisa mencakup hukuman cambuk, penjara, bahkan hukuman mati, sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.
Hukum yang tegas ini menunjukkan bahwa syariat Islam melindungi rakyat dan menjaga keharmonisan sosial dengan mendorong mencari nafkah yang halal serta menghindari perjudian.
Negara juga memiliki peran penting dalam menjamin kesejahteraan rakyat melalui layanan pendidikan, lapangan kerja, dan kesehatan yang memadai. Dengan perlindungan hidup yang komprehensif, peluang terjerumus ke dalam perjudian dapat diminimalkan.