
SERAYUNEWS – Fenomena ghost job belakangan ini menjadi perhatian serius di kalangan pencari kerja, baik di Indonesia maupun di berbagai negara lain.
Istilah ini merujuk pada lowongan pekerjaan yang diumumkan perusahaan, tetapi sebenarnya posisi tersebut tidak benar-benar tersedia atau tidak sedang ingin diisi.
Kondisi ini membuat banyak pencari kerja merasa frustasi karena mereka melamar dan menunggu hasil untuk pekerjaan yang sebenarnya tidak pernah ada.
Situasi ini dianggap tidak etis dan merugikan banyak pihak, terutama di tengah persaingan pasar kerja yang semakin ketat.
Menurut survei yang dilakukan ResumeBuilder pada tahun 2024 terhadap lebih dari 1.600 manajer perekrutan (HR), ditemukan bahwa sekitar 40 persen perusahaan mengunggah ghost job dalam kegiatan rekrutmen mereka.
Lebih mengherankan lagi, 7 dari 10 manajer HR menyatakan bahwa tindakan tersebut dianggap “dapat diterima secara moral” dalam praktik perusahaan modern.
Temuan ini menunjukkan bahwa fenomena ghost job bukan kasus sporadis, melainkan strategi yang cukup umum digunakan pelaku industri.
Secara sederhana, ghost job adalah iklan lowongan pekerjaan yang disebarkan perusahaan meskipun mereka tidak memiliki rencana untuk merekrut kandidat pada waktu dekat.
Iklan ini bisa muncul di berbagai platform, mulai dari situs resmi perusahaan, media sosial, hingga portal lowongan kerja.
Para pencari kerja yang melihat peluang ini tentu akan mencoba melamar, padahal peluang tersebut tidak pernah benar-benar tersedia. Hal inilah yang membuat fenomena ghost job dianggap meresahkan.
Motivasi perusahaan mengunggah ghost job ternyata cukup beragam. Berdasarkan survei ResumeBuilder, sekitar 67 persen perusahaan mengunggah lowongan palsu hanya untuk menunjukkan bahwa mereka terbuka terhadap pencari talenta baru.
Selain itu, 66 persen perusahaan ingin menciptakan citra bahwa mereka sedang berkembang, sehingga membutuhkan tambahan tenaga kerja.
Ada pula perusahaan yang memanfaatkan ghost job untuk alasan internal, seperti membuat karyawan percaya bahwa beban kerja akan segera berkurang karena akan ada pegawai baru, atau untuk memberi sinyal bahwa posisi tertentu dapat digantikan sehingga mendorong karyawan bekerja lebih keras.
Tidak berhenti di situ, sekitar 59 persen perusahaan juga menggunakan ghost job untuk mengumpulkan resume pelamar.
Resume ini kemudian disimpan sebagai database dan baru akan dipilih jika suatu saat mereka benar-benar membutuhkan kandidat.
Strategi ini dinilai efisien dari sudut pandang perusahaan, namun dari sisi pencari kerja, strategi ini sangat tidak adil dan kerap menurunkan semangat mereka.
Fenomena ini juga membawa dampak psikologis kepada pencari kerja. Dikutip dari laman Congress, banyak pelamar merasa membuang waktu untuk melamar posisi yang sebenarnya tidak tersedia.
Mereka menunggu panggilan yang tidak akan pernah datang, sehingga menurunkan kepercayaan diri setelah menerima penolakan berulang di posisi yang bahkan tak benar-benar dibuka.
Dalam jangka panjang, ghost job juga bisa merusak reputasi perusahaan karena pelamar yang merasa tertipu dapat membagikan pengalaman negatif mereka di media sosial.
Untuk menghindari terjebak ghost job, pencari kerja disarankan melakukan beberapa langkah antisipasi. Pertama, mengecek kembali situs resmi perusahaan ketika menemukan lowongan dari pihak ketiga.
Jika lowongan tersebut tidak muncul di halaman karier perusahaan, ada kemungkinan besar bahwa lowongan tersebut sudah tidak aktif atau bahkan tidak pernah dibuka.
Kedua, perhatikan kapan lowongan tersebut dipublikasikan. Jika sudah lebih dari satu bulan, ada kemungkinan perusahaan telah menutup perekrutan tanpa memperbarui informasinya.
Ketiga, berhati-hati terhadap deskripsi pekerjaan yang terlalu umum atau tidak spesifik. Hal semacam ini biasanya dilakukan agar lowongan tetap relevan untuk berbagai jenis pelamar dalam jangka panjang, yang merupakan salah satu ciri ghost job.
Langkah terakhir yang tidak kalah penting adalah memanfaatkan jaringan profesional. Menghubungi rekan kerja, alumni, atau kenalan di industri dapat membantu memvalidasi apakah perusahaan tersebut benar-benar sedang membuka lowongan. Informasi dari orang dalam sering kali lebih akurat dan dapat dipercaya.
Fenomena ghost job menjadi peringatan bagi pencari kerja agar lebih selektif dan kritis dalam membaca lowongan pekerjaan.
Di tengah kompetisi dunia kerja yang semakin kompetitif, memahami tanda-tanda lowongan palsu adalah langkah penting agar tidak membuang waktu dan tenaga.***