
SERAYUNEWS – Redenominasi rupiah menjadi topik hangat diperbincangkan saat ini, seiring dengan langkah pemerintah yang mulai menyiapkan regulasi untuk penyederhanaan nilai rupiah.
Kebijakan ini bertujuan mengubah nominal rupiah menjadi lebih sederhana, dengan contoh paling mencolok yaitu menjadikan nominal Rp 1.000 setara dengan Rp 1 dalam sistem baru.
Redenominasi bukanlah pemotongan nilai uang, melainkan penyederhanaan yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan citra rupiah di mata domestik dan internasional.
Pentingnya redenominasi muncul dari fakta bahwa nominal rupiah selama ini memakai banyak angka nol, yang menyulitkan transaksi, pencatatan, dan anggapan nilai rupiah yang lemah.
Dengan redenominasi, sistem pembayaran dan pencatatan akan lebih mudah dan transparan, serta memperkuat posisi rupiah sebagai simbol kekuatan ekonomi.
Redenominasi rupiah adalah proses mengurangi angka nol pada nominal uang rupiah yang beredar. Misalnya, yang selama ini bernilai Rp 1.000 akan menjadi Rp 1 sesudah redenominasi.
Proses ini menyederhanakan nominal, sehingga transaksi dan pencatatan keuangan menjadi lebih efisien dan tidak rentan kesalahan.
Penyederhanaan ini juga akan mengurangi biaya pencetakan uang karena variasi nominal yang lebih sedikit serta memperpanjang masa pakai uang koin.
Langkah ini disiapkan secara resmi oleh Kementerian Keuangan RI lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 yang menetapkan kerangka kerja strategis dari 2025 hingga 2029.
Pemerintah menargetkan penyelesaian regulasi dan rancangan undang-undang terkait redenominasi pada tahun
Redenominasi ini membawa sejumlah manfaat penting bagi perekonomian Indonesia.
Pertama, transaksi keuangan menjadi lebih sederhana dan efisien.
Nominal yang lebih kecil mengurangi kebingungan dalam mencatat dan memproses transaksi, baik secara manual maupun digital.
Kedua, risiko kesalahan pencatatan angka berkurang drastis, sehingga sistem pembayaran nasional lebih reliabel.
Ketiga, redenominasi dapat meningkatkan kredibilitas rupiah di mata dunia internasional.
Rupiah yang nominalnya besar, dengan banyak nol, sering dipandang sebagai tanda nilai tukar yang lemah.
Dengan redenominasi, citra mata uang dapat menguat sehingga memperkuat daya saing Indonesia di pasar global.
Keempat, kebijakan ini juga akan menekan biaya operasional cetak uang.
Uang kertas dengan nominal terlalu besar akan berkurang variasinya dan uang koin dapat bertahan lebih lama. Hal ini berdampak pada efisiensi fiskal dan stabilitas moneter dalam jangka panjang.
Menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, redenominasi merupakan kebijakan sistematis, terencana, dan terukur.
PMK 70/2025 yang dikeluarkan pada 10 Oktober 2025 menjadi dasar hukum penyusunan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi).
Proses legislasi akan selesai pada 2026 atau 2027 dengan langkah-langkah sosialisasi kepada masyarakat.
Kementerian Keuangan juga menyetop kekhawatiran bahwa redenominasi bernilai seperti pemotongan uang (sanering).
Sebaliknya, redenominasi hanya menyederhanakan nilai sehingga memperkuat sistem moneter nasional serta menjaga stabilitas nilai tukar dan daya beli masyarakat.***