SERAYUNEWS – Bali identik dengan pantai, pariwisata, dan budaya yang kaya. Lantas, apa penyebab banjir di Bali?
Namun belakangan, pulau ini kembali jadi sorotan bukan karena keindahannya, melainkan karena bencana banjir besar yang melanda sejumlah wilayah.
Hujan ekstrem selama beberapa hari membuat jalan-jalan terendam, rumah warga rusak, hingga korban jiwa berjatuhan.
Lantas, apa yang sebenarnya memicu banjir parah ini? Dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan masyarakat?
1. Korban Jiwa dan Warga Mengungsi
Hingga kini, banjir telah merenggut belasan korban jiwa.
Sebagian meninggal karena tertimbun reruntuhan bangunan di Pasar Kumbasari, Denpasar. Ada pula korban yang hingga kini masih dalam pencarian.
Ratusan warga harus meninggalkan rumahnya dan mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Sekolah, balai banjar, hingga rumah ibadah dijadikan lokasi penampungan darurat.
Gambaran ini menunjukkan betapa luasnya dampak banjir terhadap kehidupan sehari-hari warga Bali.
2. Kerusakan Infrastruktur dan Fasilitas Publik
Tidak hanya rumah warga yang terdampak, sejumlah infrastruktur penting juga rusak berat.
Jalan raya yang menjadi jalur utama transportasi lumpuh akibat genangan air dan longsor.
Jembatan terputus, toko dan pasar roboh, serta fasilitas umum lain ikut rusak.
Kerusakan ini tidak hanya menyulitkan mobilitas, tetapi juga menghambat perekonomian masyarakat.
Aktivitas jual beli terhenti, sementara akses bantuan logistik ke daerah terdampak menjadi lebih sulit.
3. Layanan Dasar Terganggu
Gangguan layanan dasar juga menjadi masalah serius. Listrik padam di beberapa kawasan karena gardu terendam banjir dan tiang listrik roboh.
Pasokan air bersih ikut terganggu, membuat warga harus mengandalkan bantuan tangki air. Layanan kesehatan pun terganggu.
Beberapa puskesmas dan rumah sakit kewalahan menghadapi banyaknya korban luka serta kondisi fasilitas yang ikut tergenang.
Situasi ini memperlihatkan betapa rapuhnya sistem pelayanan dasar ketika bencana datang tiba-tiba.
1. Fenomena Gelombang Ekuatorial Rossby
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa banjir kali ini dipicu oleh fenomena atmosfer bernama gelombang ekuatorial Rossby.
Fenomena ini memicu pertumbuhan awan hujan dalam skala besar sehingga hujan deras turun berhari-hari tanpa jeda. Dalam kondisi normal, hujan mungkin tidak akan separah ini.
Namun ketika gelombang Rossby aktif, atmosfer seperti “menyimpan” kelembaban dan melepaskannya sekaligus. Hasilnya adalah curah hujan ekstrem yang sulit diantisipasi.
2. Curah Hujan Sangat Tinggi
Hujan yang turun tercatat mencapai lebih dari 150 milimeter per hari. Angka ini masuk kategori sangat berbahaya.
Dengan intensitas sebesar itu, tanah tak mampu menyerap air dengan cepat, dan sungai-sungai meluap.
Kondisi atmosfer yang lembap hingga lapisan tinggi ikut memperkuat pembentukan awan besar.
Hujan deras pun kerap disertai angin kencang dan kilat, menambah potensi bahaya di lapangan.
3. Drainase Tidak Memadai
Masalah klasik perkotaan juga berperan besar: drainase yang tidak berfungsi maksimal.
Banyak saluran air di Denpasar dan sekitarnya yang tersumbat oleh sampah atau lumpur.
Kapasitasnya tidak cukup menampung debit air yang besar. Akibatnya, air cepat meluap ke jalan dan permukiman.
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Setiap musim hujan, keluhan tentang genangan muncul, hanya saja kali ini skalanya jauh lebih besar karena kombinasi cuaca ekstrem.
4. Alih Fungsi Lahan
Perubahan tata ruang menjadi faktor lain yang memperparah banjir. Banyak lahan terbuka yang seharusnya menjadi resapan air kini berubah menjadi kawasan permukiman atau pusat komersial.
Ruang hijau berkurang drastis, sementara kebutuhan resapan meningkat seiring intensitas hujan.
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali membuat tanah kehilangan daya serap alaminya.
Air hujan yang seharusnya masuk ke dalam tanah justru mengalir deras ke permukiman dan jalan raya.
Bali sebagai destinasi wisata dunia membutuhkan kesiapan ekstra menghadapi bencana.
Jika mitigasi dilakukan serius, masyarakat tetap bisa hidup nyaman meski cuaca ekstrem datang sewaktu-waktu.***