Banyumas, Serayunews.com
Memasuki tempat wisata yang berlokasi di Desa Kebumen, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas ini, pengunjung akan diberikan caping atau penutup kepala yang biasa digunakan oleh para petani saat di sawah. Selepas dari pintu masuk, terdapat hamparan lapangan yang ramai dengan gelak tawa pengunjung.
Ada permainan tradisional yang ditawarkan pihak pengelola di lapangan tersebut, yaitu egrang, permainan dari bambu yang sudah sangat jarang dijumpai. Permainan ini menarik pengunjung, karena memang cukup sulit untuk bisa naik dan berjalan dengan menggunakan egrang yang tingginya sekitar 50 sentimeter untuk orang dewasa dan 30 sentimeter untuk anak-anak.
Pengunjung pun banyak yang duduk memutari lapangan untuk menyaksikan permainan egrang. Banyak anak yang mencoba permainan tersebut dengan dibantu orangtua ataupun temannya. Pertama anak akan dibantu untuk berdiri di atas bambu, setelah dirasa keseimbangan stabil, perlahan akan dilepas dan anak bisa berjalan dengan menggunakan bambu tersebut.
“Saya sengaja mengajak anak berwisata ke sini, supaya bisa mengenal permainan egrang, anak-anak sekarang kan tahunya hanya gadget aja, padahal banyak permainan tradisional yang juga menaik, seperti egang ini,” tutur salah satu pengunjung, Lina, Rabu (4/5/2022).
Egang ini memang mampu menyedot perhatian anak-anak. Beberapa anak terlihat berkumpul untuk melihat egrang dari dekat. Terbuat dari bambu dan diberi pijakan pada ketinggian tertentu, egrang menjadi alat berjalan yang posisinya lebih tinggi. Tingkat kesulitannya adalah harus pandai-pandai menjaga kesimbangan tubuh.
“Lumayan susah untuk bisa naik jalan dengan egrang, waktu naik saja sudah susah, belum lagi saat berjalan, kalau tidak seimbang pasti jatuh. Tetapi jadi penasaran dan ingin mencoba terus sampai bisa,” kata Syena, siswa kelas 1 SMA yang berlibur ke Caping Park.
Selain melatih keseimbangan tubuh, permainan egrang juga bisa sebagai sarana olah raga, karena memang dibutuhan fisik yang baik untuk bisa melakukan permainan ini.
Dari goognewsfromindonesia.id diketahui, permainan egrang mulai banyak dikenal sekitar tahun 1900-an. Di Indonesia, permainan ini duu sering digelar sebagai salah satu perlombaan saat perayaan HUT Kemerdekaan RI. Namun, saat ini sudah mulai memudar.
Sebutan untuk permainan egrang ini, pada beberapa daerah berbeda, misalnya di Kalimantan dikenal dengan sebutan Batungkau, di Bengkulu biasa disebut Ingkau, di Sumatera Barat orang menyebutnya Tengkak-Tengkak dan masih banyak lagi sebutan lainnya. Namun, pada umumnya di Jawa orang mengenalnya dengan sebutan egrang.
Egrang sediri sebenarnya tidak hanya terdapat di Indonesia saja, tetapi dulu juga banyak dijumpai di beberapa negara lain. Di Eropa misalnya, egrang digunakan oleh tukang pos untuk mengantar surat supaya bisa lebih cepat berjalan, kemudian di Jepang, egrang menjadi salah satu cabang perlombaan olah raga untuk anak-anak sekolah.
Salah satu guru Sekolah Dasar (SD) di Banyumas, Dewi menuturkan, banyak hal positif yang bisa dipelajari dari permainan egrang. Seperti sikap sportivitas, keuletan serta kerja keras yang tercermiin dalam nilai budaya egrang. Kerja keras terihat dari upaya pemain untuk bisa naik dan menjalankan egrang. Saat sudah naik di atas bambu, pemain harus dengan gesit berjalan sambil menjaga kesimbangan tubuh dengan sedikit mencondongkan tubuh ke depan, mengimbangi gerakan bambo.
“Permainan ini cukup unik dan menguras tenaga, dan jika jatuh maka sudah pasti permainan berakhir, jadi sangat sportif,” jelasnya.
Menurut Dewi, keuletan dalam egrang ini sudah dimulai sejak awal pembuatan alat egrang yang tingginya harus sama serta memilih bambu yang kuat.
Kebun Binatang
Sementara itu, selepas dari lapangan yang dipenuhi permainan egrang, anak-anak juga bisa menikmati kebun binatang mini. Di tempat ini anak-anak diajak untuk berinteraksi langsung dengan hewan, seperti memberi makan kelinci dan kambing.
Meskipun jenis binatangnya tidak banyak, namun bisa berinteraksi dengan hewan secara langsung menjadi pengalaman tersendiri bagi anak.
“Memberi makan kelici dengan wortel,” kata Alma, anak usia 4 tahun yang awalnya terlihat takut saat dikerumuni kelinci.