SERAYUNEWS- Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2025 menekankan pentingnya kemampuan guru dalam merancang penilaian yang bermakna dan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Salah satu studi kasus yang sering diangkat adalah tentang praktik penilaian yang kurang tepat dan bagaimana perbaikannya mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
Melansir berbagai sumber, berikut ulasan selengkapnya mengenai contoh studi kasus PPG tentang penilaian: praktik asesmen yang mengubah cara guru mengajar:
Ibu Dewi adalah seorang guru kelas V di sebuah Sekolah Dasar Negeri. Ia merasa hasil belajar siswa di kelasnya tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam Kurikulum Merdeka.
Setelah melakukan refleksi, Ibu Dewi menyadari bahwa soal-soal asesmen yang ia buat selama ini terlalu menekankan aspek hafalan.
Misalnya, saat mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ibu Dewi menetapkan tujuan agar siswa mampu memahami isi teks dan menemukan ide pokok.
Namun, soal yang ia berikan hanya meminta siswa menyebutkan definisi dan menghafal istilah, bukan menguji kemampuan berpikir kritis atau pemahaman mendalam terhadap teks.
Selain itu, Ibu Dewi tidak membuat kisi-kisi soal maupun rubrik penilaian. Ia kerap mengambil soal dari internet secara acak tanpa menganalisis kesesuaian soal tersebut dengan indikator capaian pembelajaran, maupun tingkat kesulitan soal.
Akibatnya, asesmen yang diberikan menjadi tidak valid, tidak reliabel, dan tidak memberikan gambaran nyata terhadap perkembangan peserta didik.
Kesadaran akan pentingnya penilaian yang tepat mendorong Ibu Dewi untuk melakukan perubahan. Ia bergabung dengan komunitas belajar guru dan mengikuti pelatihan mengenai prinsip-prinsip asesmen, seperti:
⦁ Validitas: soal harus sesuai dengan tujuan pembelajaran;
⦁ Reliabilitas: hasil penilaian dapat dipercaya dan konsisten;
⦁ Autentisitas: asesmen mencerminkan konteks nyata atau dunia siswa.
Langkah pertama yang dilakukan Ibu Dewi adalah menyusun kisi-kisi soal yang mengacu langsung pada tujuan pembelajaran dan indikator capaian.
Ia memastikan setiap soal yang dibuat beragam dari segi bentuk dan tingkat kognitif, mulai dari memahami, mengaplikasikan, hingga menganalisis. Ia pun menerapkan taksonomi Bloom sebagai acuan dalam mengembangkan soal.
Tidak hanya itu, Ibu Dewi mulai menggunakan asesmen formatif seperti kuis singkat, refleksi harian, dan diskusi kelas untuk menilai proses belajar siswa, bukan hanya hasil akhir.
Untuk menilai tugas berbasis proyek atau keterampilan, ia menyusun rubrik penilaian yang jelas dan objektif.
Perubahan pendekatan penilaian yang dilakukan Ibu Dewi berdampak positif bagi seluruh proses pembelajaran. Hasil asesmen kini lebih mampu mencerminkan kemampuan riil siswa.
Murid-murid menjadi lebih semangat karena mereka merasa dinilai secara adil dan menyeluruh, bukan sekadar dites untuk menghafal.
Dengan adanya rubrik dan data asesmen formatif, Ibu Dewi bisa mengidentifikasi siswa yang memerlukan bimbingan tambahan (remedial) maupun pengayaan. Hal ini membuat pembelajaran menjadi lebih diferensiatif dan tepat sasaran.
Pengalaman Ibu Dewi menunjukkan bahwa asesmen bukan hanya alat untuk menguji pengetahuan, tetapi bagian penting dari proses pembelajaran itu sendiri. Perencanaan asesmen yang baik akan membantu guru:
⦁ Mengukur ketercapaian pembelajaran secara akurat;
⦁ Memberikan umpan balik konstruktif bagi siswa;
⦁ Merancang strategi pembelajaran lanjutan berdasarkan data hasil belajar.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, guru diharapkan memiliki kemampuan merancang asesmen yang selaras dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran.
Hal ini menuntut profesionalisme, kreativitas, dan refleksi berkelanjutan dari setiap pendidik.
Studi kasus seperti pengalaman Ibu Dewi di atas merupakan bagian penting dari tugas dalam PPG 2025. Melalui studi kasus, guru menunjukkan kemampuannya dalam:
⦁ Mengidentifikasi masalah pembelajaran nyata;
⦁ Menganalisis akar permasalahan;
⦁ Merancang solusi sesuai teori dan praktik pembelajaran;
⦁ Merefleksikan dampak tindakan yang telah dilakukan.
Dengan memahami dan menerapkan prinsip asesmen yang tepat, guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga fasilitator pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal.
Jika Anda adalah peserta PPG 2025, gunakan studi kasus ini sebagai inspirasi untuk menuliskan pengalaman serupa dengan gaya personal, reflektif, dan solutif.
Pastikan mencantumkan konteks nyata, solusi yang dilakukan, serta dampak yang dirasakan agar tugas Anda mencerminkan profesionalisme sebagai calon guru yang unggul.