SERAYUNEWS- Gejolak aksi massa yang mengguncang Gedung DPR RI akibat isu kenaikan tunjangan anggota dewan berbuntut panjang.
Tidak hanya memicu penonaktifan sejumlah anggota DPR oleh partainya masing-masing, tetapi juga membuat Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan mencabut sejumlah tunjangan anggota DPR.
Langkah ini Prabowo umumkan setelah rapat kabinet dan pertemuan dengan para ketua umum partai politik di Istana Merdeka, Minggu (31/8/2025).
“Akan dilakukan pencabutan, beberapa kebijakan DPR RI termasuk besaran tunjangan anggota DPR,” tegas Prabowo.
Ia juga menegaskan moratorium atau penghentian sementara kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri.
Beberapa politisi dari berbagai fraksi resmi dinonaktifkan setelah pernyataan mereka dianggap memperburuk citra DPR di tengah kritik publik terkait tunjangan besar yang mereka terima.
Berikut daftar nama anggota DPR yang dinonaktifkan mulai 1 September 2025:
⦁ Partai NasDem: Ahmad Sahroni, Nafa Urbach
⦁ Partai Amanat Nasional: Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya)
⦁ Partai Golkar: Adies Kadir
Meskipun dinonaktifkan, status mereka bukan berarti diberhentikan permanen. Penonaktifan ini hanya berlaku pada tugas di alat kelengkapan dewan dan fraksi partai.
Berdasarkan aturan DPR, anggota yang diberhentikan sementara tetap berhak menerima gaji pokok dan sejumlah tunjangan melekat.
Menurut Pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 serta Pasal 244 ayat 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, anggota DPR yang diberhentikan sementara masih menerima hak keuangan, termasuk:
⦁ Gaji pokok
⦁ Tunjangan istri/suami
⦁ Tunjangan anak
⦁ Tunjangan jabatan
⦁ Tunjangan kehormatan
⦁ Tunjangan komunikasi
⦁ Tunjangan beras
Namun, tunjangan jabatan khusus seperti Ketua atau Wakil Ketua Komisi akan hilang jika pejabat tersebut dinonaktifkan.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa demi meredam gejolak masyarakat, DPR RI akan mencabut sejumlah tunjangan anggota dewan. Langkah ini dinilai sebagai upaya mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Selain pencabutan tunjangan, pemerintah juga menunda seluruh kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri. Keputusan ini berlaku sampai kondisi politik dan sosial kembali kondusif.
Sebelum adanya kebijakan baru ini, anggota DPR RI menerima penghasilan yang totalnya bisa mencapai Rp69 juta sampai Rp70 juta per bulan.
Angka tersebut mencakup gaji pokok, tunjangan rumah, tunjangan kehormatan, komunikasi, hingga bantuan listrik dan telepon.
Beberapa tunjangan yang sebelumnya diterima anggota DPR antara lain:
⦁ Tunjangan kehormatan: Rp5,58 juta – Rp6,69 juta
⦁ Tunjangan komunikasi intensif: Rp15,5 juta – Rp16,4 juta
⦁ Tunjangan fungsi pengawasan: Rp3,7 juta – Rp5,2 juta
⦁ Tunjangan rumah: Rp5 juta per bulan atau Rp50 juta per periode
⦁ Asisten anggota: Rp2,25 juta
⦁ Bantuan listrik & telepon: Rp7,7 juta
⦁ Fasilitas kredit mobil: Rp70 juta per periode
Selain itu, mereka juga menerima tunjangan keluarga, tunjangan beras, uang sidang, hingga ongkos perjalanan dinas yang nilainya mencapai jutaan rupiah per hari.
Isu tunjangan DPR ini semakin mencuat setelah beredar kabar bahwa penghasilan anggota DPR bisa mencapai Rp100 juta lebih per bulan.
Meski sudah diklarifikasi, publik tetap menilai jumlah tunjangan tersebut tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Dengan adanya pencabutan tunjangan oleh Presiden Prabowo, publik menanti apakah kebijakan ini benar-benar efektif mengurangi beban keuangan negara sekaligus mengembalikan citra DPR RI di mata rakyat.