
SERAYUNEWS- Fenomena undangan pernikahan yang dikirim melalui media sosial semakin umum terjadi di era digital.
Banyak calon pengantin kini lebih memilih mengirim undangan lewat WhatsApp, direct message (DM), atau platform digital lainnya karena dinilai cepat, praktis, dan luas jangkauannya.
Namun di balik kemudahan itu, muncul pertanyaan yang sering membuat bingung: Apakah undangan pernikahan yang dikirim lewat medsos tetap wajib dihadiri menurut syariat Islam?
Untuk menjawabnya, kita perlu melihat kembali ketentuan fikih mengenai kewajiban menghadiri undangan walimah pernikahan. Melansir laman resmi Kemenag, simak penjelasan lengkapnya:
Dalam kehidupan masyarakat Muslim, undangan walimah bukan hanya tradisi sosial, tetapi juga memiliki dasar hukum dalam syariat.
Mayoritas ulama menyatakan bahwa memenuhi undangan walimah adalah wajib, selama tidak ada uzur syar‘i yang menghalangi.
Pandangan ini merujuk pada penjelasan dalam Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, yang menyebutkan bahwa kewajiban itu bersifat khusus untuk walimah pernikahan.
Teks fikih tersebut menyebut:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ إِجَابَةَ الدَّعْوَةِ فِي الأَصْل وَاجِبَةٌ إِنْ كَانَتْ إِلَى وَلِيمَةِ عُرْسٍ، وَأَمَّا مَا عَدَاهَا فَقَدِ اخْتُلِفَ فِي الإِجَابَةِ إِلَيْهَا
Artinya: “Mayoritas ulama berpendapat bahwa pada dasarnya memenuhi undangan itu hukumnya wajib, jika undangan tersebut adalah untuk walimah pernikahan. Adapun selain walimah pernikahan, maka terdapat perbedaan pendapat mengenai kewajiban memenuhinya.” (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait: Dzatus Salasil: 1410 H], cetakan II, juz 20, h. 337)
Dengan demikian, undangan walimah memiliki kedudukan khusus yang tidak dimiliki oleh undangan kelompok atau acara lainnya.
Seiring perkembangan zaman, undangan tidak lagi wajib berupa kartu fisik. Undangan digital kini dianggap umum dan sah. Pertanyaan pentingnya: apakah bentuk digital memengaruhi kewajiban untuk hadir?
Jawabannya: tidak.
Dalam fikih, bukan format undangan yang menentukan hukum, tetapi kekhususan undangan.
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, salah satu referensi utama dalam mazhab Syafi’i, disebutkan bahwa undangan wajib dipenuhi jika:
⦁ Ditujukan secara spesifik kepada orang tertentu,
⦁ Disampaikan melalui lisan,
⦁ Melalui tulisan, atau
⦁ Lewat perantara yang terpercaya.
Isi kitab tersebut menyatakan:
وَإِنَّمَا تَجِبُ) الْإِجَابَةُ عَلَى الصَّحِيحِ (أَوْ تُسَنُّ) عَلَى مُقَابِلِهِ أَوْ عِنْدَ فَقْدِ بَعْضِ شُرُوطِ الْوُجُوبِ أَوْ فِي بَقِيَّةِ الْوَلَائِمِ (بِشَرْطِ أَنْ) يَخُصَّهُ بِدَعْوَةٍ وَلَوْ بِكِتَابَةٍ أَوْ رِسَالَةٍ مَعَ ثِقَةٍ أَوْ مُمَيِّزٍ لَمْ يُجَرِّبْ عَلَيْهِ الْكَذِبَ جَازِمَةً
Artinya: “(Adapun yang wajib) memenuhi undangan itu menurut pendapat yang sahih. (Atau sunnah) menurut pendapat yang lain, yaitu ketika sebagian syarat wajibnya tidak terpenuhi atau pada acara selain walimah pernikahan. (Dengan syarat) orang yang diundang itu memang dikhususkan dengan undangan tersebut, meskipun hanya melalui tulisan atau pesan yang disampaikan oleh orang yang terpercaya, atau oleh anak yang sudah mumayyiz yang tidak pernah dikenal berdusta, dan penyampaiannya dilakukan dengan tegas dan jelas.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Beirut, Darudl Dliya: 2020], juz 7, h. 870)
Artinya, jika seseorang mengirim undangan lewat WhatsApp secara pribadi, direct message Instagram, atau pesan tertulis yang menyebut nama Anda, maka undangan tersebut tetap wajib untuk dihadiri, sama seperti undangan fisik.
⦁ Undangan dikirim via WhatsApp langsung ke nomor pribadi Anda.
⦁ Undangan berupa pesan pribadi (DM) yang menyebut nama Anda.
⦁ Undangan digital berbentuk card invitation dengan nama Anda tertera.
⦁ Undangan yang disampaikan oleh seseorang yang dipercaya oleh pengundang, misalnya keluarga atau sahabat.
Semua bentuk ini termasuk kategori undangan khusus dan syariat tetap mewajibkan Anda untuk hadir, kecuali jika ada uzur syar‘i.
Berbeda halnya jika undangan disebarkan secara umum, misalnya:
⦁ poster undangan di feed Instagram tanpa menyebut nama individu,
⦁ undangan terbuka yang diposting di Facebook atau grup besar,
⦁ pengumuman “siapa saja boleh hadir”,
⦁ broadcast massal tanpa personalisasi.
Undangan seperti ini tidak bersifat khusus, sehingga tidak wajib untuk dihadiri. Anda boleh datang untuk menunjukkan penghormatan, namun tidak berdosa bila tidak memenuhi undangan tersebut.
Dari berbagai penjelasan fikih, dapat disimpulkan bahwa:
⦁ Wajib hadir
Jika undangan ditujukan secara pribadi, meskipun disampaikan melalui media digital.
⦁ Tidak wajib hadir
Jika undangan dibuat umum, tanpa menyebut nama orang tertentu.
Dengan demikian, penggunaan media sosial tidak mengubah hukum asalnya. Islam tidak membatasi bentuk undangan, tetapi menekankan kekhususan dan personalisasi sebagai syarat wajibnya.
Perkembangan teknologi mengubah cara manusia berkomunikasi, tetapi prinsip dasar fikih tetap relevan: undangan yang ditujukan personal memiliki nilai penghormatan yang tinggi dan perlu dibalas dengan kehadiran, selama tidak ada halangan yang dibenarkan.
Sementara undangan bersifat umum tidak membebani seseorang dengan kewajiban, meskipun tetap baik jika mampu menghadirinya. Wallahu a’lam.