
SERAYUNEWS- Guru Besar Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Prof. Naqiyah memaparkan gagasan revolusioner tentang energi terbarukan berbasis nilai Qur’ani.
Gagasan itu ia sampaikan di dalam forum internasional Annual International Conference on Islamic Studies Plus (AICIS+ 2025) di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok yang berlangsung 29-31 Oktober 2025.
Menurutnya, transisi energi bersih di Indonesia masih menjadi pekerjaan besar. Sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedelapan di dunia, Indonesia menargetkan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% dari bauran energi nasional pada 2025.
Namun, hingga 2023 capaian itu baru mencapai 13,1%, menunjukkan lambatnya pengembangan energi bersih di tengah dominasi batu bara.
Dalam sesi plenary bertajuk “Eco-Friendly Power Plant: Micro-Hydro in Lebakbarang, Pekalongan, Central Java (Ecological, Cultural, and Living Qur’anic Perspectives)”, Prof. Naqiyah menawarkan solusi berbasis spiritual dan ilmiah.
Ia menyoroti potensi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di daerah Lebakbarang, Pekalongan, Jawa Tengah sebagai bentuk energi terbarukan yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai Qur’ani.
“Energi terbarukan bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang nilai, budaya, dan spiritualitas. Mikrohidro adalah wujud nyata dari harmoni antara tanggung jawab ekologis, pemberdayaan kultural, dan bimbingan Qur’ani,” tegas Prof. Naqiyah.
Menurut Prof. Naqiyah, konsep energi terbarukan harus mencakup tiga dimensi utama: ekologis, kultural, dan spiritual.
Mikrohidro mencerminkan prinsip Islam tentang manusia sebagai khalifah fil ardh (pemelihara bumi). Energi ini memiliki dampak lingkungan minimal dan mendukung sistem rendah karbon, sejalan dengan visi global pengurangan emisi.
“Dalam perspektif Qur’ani, menjaga bumi adalah bagian dari ibadah. Setiap inovasi yang melindungi alam merupakan perwujudan nilai keimanan,” jelasnya.
Pengembangan mikrohidro di pedesaan tidak hanya memperkuat ketahanan energi, tetapi juga meningkatkan solidaritas sosial.
Melibatkan masyarakat dalam setiap tahap proyek membangun kemandirian dan menghidupkan kembali kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam.
Prof. Naqiyah menekankan pentingnya membangun kesadaran bahwa energi adalah amanah Ilahi. Paradigma ini disebutnya sebagai “energi bernilai Qur’ani”, yakni pendekatan yang menghubungkan etika lingkungan, budaya lokal, dan spiritualitas Islam.
Melalui gagasannya, Prof. Naqiyah mengajak para akademisi dan pembuat kebijakan untuk memandang energi bersih tidak hanya sebagai proyek ekonomi atau teknologi, tetapi sebagai gerakan spiritual dan sosial.
“Transisi energi bersih harus menjadi gerakan spiritual. Ketika nilai Qur’ani mengiringi langkah teknologi, maka keberlanjutan bukan hanya mungkin, tetapi niscaya,” ujarnya.
Kehadiran Prof. Naqiyah di AICIS+ 2025 menegaskan posisi UIN Saizu Purwokerto sebagai kampus yang aktif berkontribusi dalam riset global lintas bidang keislaman, sains, dan keberlanjutan lingkungan.
Melalui partisipasi para dosen dan guru besar seperti Prof. Naqiyah, UIN Saizu terus memperkuat reputasinya sebagai kampus yang menanamkan nilai Qur’ani dalam inovasi, budaya, dan aksi nyata untuk kemaslahatan bumi.