SERAYUNEWS— Jabatan kades diperpanjang menjadi 8 tahun. Sontak ratusan massa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia(Apdesi) bersuka cita usai DPR RI melalui rapat paripurna menyetujui revisi UU Desa No 6 Tahun 2014.
“Alhamdulillah kami sudah diterima oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco. Semalam sudah selesai pembahasan revisi dan artinya sudah clean and clear,” kata Ketua Apdesi Surtawijaya kepada wartawan di depan gedung DPR, Jakarta (6/2/2024).
Satu poin yang mereka tunggu adalah persetujuan perubahan masa jabatan Kepala Desa (Kades) dari enam tahun menjadi delapan tahun. Perubahan masa jabatan yang menjadi hampir satu dasawarsa ini jelas menjadikan jabatan kades makin menjadi incaran. Selama masa periode jabatan sebelumnya saja, minat masyarakat untuk menjadi kades sudah sangat tinggi.
Perjuangan meloloskan perpanjangan masa jabatan Kades sudah mereka lakukan sejak lama. Ribuan kepala desa pernah melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, pada Juli 2023 tahun lalu.
Serangkaian aksi mereka lakukan di depan Gedung DPR. Layaknya demo mahasiswa, aksi bakar ban juga ada. Terakhir, pada hari Kamis (1/2/2024) lalu di depan Gedung DPR aksi berakhir ricuh. Massa bahkan memblokade ruas jalan tol hingga melubangi tembok pagar DPR dengan palu berukuran besar.
Berangkat dari tingginya minat masyarakat menjadi kades dan kegigihan perjuangan mendesak revisi, muncul pertanyaan. Perpanjangan masa jabatan Kades itu keinginan masyarakat desa atau elit desa?
Dosen Fisip UI, Nurul Nurhandjati, berpendapat yang terpenting apakah masyarakat merasa untung dengan perpanjangan masa jabatan tersebut? Jangan-jangan masyarakat desa tidak butuh perpanjangan masa jabatan Kades.
“Mau panjang ataupun pendek masa jabatan kalau masyarakat desanya tidak sejahtera maka apa gunanya. Walaupun ada dana desa, kesenjangan antara kaya dan miskin di desa semakin tinggi dan semakin lebar. Menurut saya, usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa harus dikembalikan ke masyarakat dahulu, apakah masyarakat desa butuh usulan tersebut.” jelas Nurul (25/1/2023).
Penjelasan Nurul seolah terjawab oleh survei Litbang Kompas pada Februari 2023. Mayoritas atau 65,2% responden menyatakan tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkhawatirkan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun bakal menyuburkan praktik oligarki dan akan membuka keran abuse of power pada pemerintahan desa.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, “Perpanjangan masa jabatan kades mengakibatkan iklim demokrasi dan pemerintahan desa tidak sehat.” (30/1/2024).
Lepas dari adanya kritikan, yang jelas desakan para kades sudah mendapat persetujuan, tinggal menunggu proses legalisasinya saja.
“Jangan ada lagi anggapan kami menghalang-halangi Revisi UU Desa. Kami dukung aspirasi kepala desa, tapi ada mekanisme yang selanjutnya lagi. Apa yang jadi harapan bapak-bapak sudah kami laksanakan, tinggal mekanisme selanjutnya,” jelas Ketua DPR RI Puan Maharani saat menerima perwakilan kades di Ruang Gedung Muis, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/2/2024).
“Saya minta semua kembali ke desa, sampaikan pada teman-teman, kita kawal (RUU Desa). Sebentar lagi pencoblosan, tolong jaga desa agar aman, damai, tertib. Biarkan rakyat memilih pemimpinnnya Indonesia terus bersatu dan utuh,” lanjut cucu Bung Karno itu.*** (O Gozali)