Banjarnegara, serayunews.com
Nyadran oleh warga Kampung Gagot ini berawal dengan melakukan ziarah makam sesepuh untuk melakukan doa bersama. Tak hanya itu, setelah melakukan doa bersama, warga juga berkumpul di balai adat Kampung Gagot untuk berdiskusi dan makan bersama.
Tokoh Pemuda Kampung Gagot, Amrullah mengatakan, budaya Nyadran merupakan warisan budaya dalam menghormati dan mendoakan para leluhur, termasuk keluarga yang sudah meninggal.
Selain itu, Nyadran juga bagian dari upaya bersih diri serta menyiapkan mental dan segala sesuatunya bagi masyarakat dalam menyambut bulan Ramadan.
Baca juga: [insert page=’persaingan-ketat-atlet-muda-banjarnegara-di-popda-2023′ display=’link’ inline]
“Nyadran ini juga sebagai pengingat agar mereka yang masih hidup, ingat dengan yang sudah meninggal dunia. Kegiatan ini rutin setahun dua kali, yakni setiap menjelang bulan Ramadan,” katanya.
Menurutnya, Nyadran juga sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi warga. Sebab dalam kegiatan ini, seluruh warga bisa berkumpul dan bersilaturahmi serta makan bersama. Kegiatan ini merupakan tradisi untuk mengingatkan masyarakat, bahwa semua makhluk hidup termasuk manusia tidak bisa hidup kekal di dunia. Karena itu, harus selalu meningkatkan ketakwaan, iman dan amal kebaikan agar pada saat waktu kematian tiba, bisa meninggal dalam kondisi baik.
“Kita sebagai manusia harus selalu ingat mati, karena apapun yang hidup di dunia suatu saat akan mati. Untuk itu, kita harus mempersiapkan diri agar benar-benar siap menjalani kematian,” ujarnya.
Selain itu, dalam budaya Nyadran juga terdapat jiwa kebersamaan dan kegotongroyongan warga, dan menghormati leluhur merupakan bagian dari tradisi yang harus terus dilestarikan.
“Ini sekaligus nguri-nguri budaya yang sudah turun temurun dalam menyambut bulan Ramadan. Dalam Nyadran ini juga, ada doa bersama dan siraman rohani yang berkaitan dengan kesiapan menghadapi Ramadan baik lahir maupun batin,” ujarnya.