SERAYUNEWS– Munculnya gas alam di wilayah kota Kalibening atau puter rawa, di tanggapi oleh salah satu pegiat Geologi Indonesia.
Handoko Teguh Wibowo dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia mengatakan, dari tinjauan ilmu geologi, Kalibening dan sekitarnya dulunya merupakan morphologi rawa purba berupa air yang terisi oleh sedimen-sedimen organik. Lambat laun, material ini berubah dan tertutup sedimen berikutnya dalam keadaan anaerob.
“Desa Kalibening dan sekitarnya yang rata, di kelilingi oleh perbukitan atau ketinggian. Wilayah tersebut, dulunya merupakan kawah berisi air,” katanya, Minggu (16/7/2023).
Gas yang muncul, kata dia, merupakan gas metana dan tidak berbau namun bisa terbakar. Gas tersebut muncul, akibat pengaruh frekmentasi tumbuhan dan hewan yang terkubur di dalam kawah.
Hal tersebut menjadi bahan organik, kemudian berubah atau tergenerasi menjadi hidro karbon dan salah satunya berwujud gas.
“Gas rawa yang di ambil terus menerus, tidak akan seperti di lokasi lumpur Lapindo. Karena, beda dari setting geologi. Masyarakat jangan panik,” katanya.
Di lokasi lumpur Lapindo, keluar air panas dengan debit yang besar. Sedangkan Kalibening, merupakan eksploitasi permukaan atau dangkal karena hanya di kedalaman maksimal 100 meter.
Menurut Handoko, gas metana merupakan gas rawa dangkal dan banyak terdapat di Jawa Tengah seperti Kabupaten Sragen, Karang Anyar dan beberapa kabupaten lainnya. Rencananya, pihaknya akan mendampingi masyarakat Desa Kalibening dalam pemanfaatkan gas tersebut.
“Gas alam bisa menggantikan gas LPG. Kami sedang konstruksi utilisasi gas, agar bisa di manfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan analisa dan pemetaan geologi bawah permukaan, kandungan bisa di manfaatkan kurang lebih 15 tahun ke depan,” katanya.