
SERAYUNEWS – Hingga memasuki akhir November 2025, pemerintah belum juga mengumumkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2026.
Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, pengumuman UMP selalu dilakukan paling lambat pada 21 November sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Namun tahun ini, jadwal tersebut tidak lagi menjadi acuan utama. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, menegaskan bahwa ketentuan terkait tanggal pengumuman tidak lagi mengikuti aturan dalam PP 36/2021 karena pemerintah sedang menyesuaikan kebijakan baru terkait mekanisme pengupahan.
Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan pada Kamis, 20 November 2025.
Menaker menekankan bahwa pemerintah tidak memiliki kewajiban merilis UMP pada tanggal tertentu karena regulasi tersebut kini berada dalam proses penyempurnaan.
Meski demikian, pemerintah memastikan bahwa UMP 2026 tetap akan berlaku pada 1 Januari 2026 sebagaimana siklus tahunan yang selama ini berjalan.
Hingga artikel ini ditulis, belum ada kepastian tanggal resmi pengumuman UMP 2026.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial (Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menegaskan bahwa meski tanggal pengumuman belum ditetapkan, penerapan UMP dipastikan tidak akan terlambat.
Artinya, semua provinsi akan menerapkan upah minimum baru mulai hari pertama tahun 2026, sebagaimana diatur dalam mekanisme pengupahan nasional.
Indah menjelaskan bahwa penundaan jadwal pengumuman tahun ini berkaitan dengan sejumlah faktor penting.
Salah satunya adalah pertimbangan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan perlunya memasukkan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam perhitungan UMP.
Pemerintah juga mempertimbangkan aspek disparitas antara provinsi, yakni kesenjangan nilai upah yang terlalu besar jika hanya menggunakan satu formula nasional.
Selain itu, Dewan Pengupahan di setiap daerah diberi ruang lebih besar untuk menganalisis kondisi ekonomi regional sebelum memberikan rekomendasi.
Menurut Indah, penetapan UMP yang lebih proporsional diharapkan dapat menjaga daya beli pekerja tanpa membebani perusahaan yang sedang dalam masa pemulihan ekonomi.
Pemerintah ingin memastikan bahwa UMP 2026 menjadi kebijakan yang adil bagi seluruh pemangku kepentingan.
Dalam penjelasan Menaker sebelumnya, pemerintah sedang menyusun skema kenaikan UMP baru yang mengacu pada Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Salah satu perubahan utama adalah penghapusan konsep kenaikan “satu angka nasional” yang selama ini menjadi acuan publik.
Dengan skema baru, pemerintah akan menggunakan rentang kenaikan (range) yang memungkinkan setiap daerah menyesuaikan besaran UMP sesuai kondisi perekonomiannya.
Skema range ini menggunakan variabel alfa, yaitu nilai penyesuaian yang sebelumnya dibatasi pada rentang 0,1 hingga 0,3 berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2023. Kini, pemerintah mempertimbangkan untuk memperluas rentang alfa agar lebih fleksibel.
Langkah ini dilakukan untuk memberikan ruang bagi daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi untuk menetapkan kenaikan lebih besar, sementara daerah dengan pertumbuhan ekonomi lebih lambat dapat menetapkan kenaikan yang lebih moderat.
Selain itu, faktor Kebutuhan Hidup Layak (KHL) akan kembali menjadi salah satu komponen utama dalam formulasi UMP.
KHL berfungsi sebagai batas minimum kelayakan kehidupan pekerja, termasuk kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, transportasi, dan berbagai kebutuhan dasar lainnya.
Dengan memasukkan kembali KHL, pemerintah berharap nilai UMP 2026 lebih realistis dan mencerminkan situasi kesejahteraan pekerja yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, Dewan Pengupahan di masing-masing provinsi memiliki tanggung jawab untuk memastikan nilai UMP selaras dengan kemampuan perusahaan di daerah tersebut.
Hal ini penting agar kebijakan upah tidak memicu PHK, penutupan usaha, atau menurunnya serapan tenaga kerja akibat upah yang dianggap terlalu tinggi oleh pelaku usaha.
Demikian informasi tentang jadwal pengumuman UMP 2026.***