SERAYUNEWS– Upaya membangun sistem hukum yang lebih manusiawi dan berkeadilan kini semakin nyata di Cilacap. Pemerintah Kabupaten Cilacap bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilacap menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait penanganan perkara berbasis keadilan restoratif.
Penandatanganan berlangsung di Kantor Kejari Cilacap, Kamis (25/9/2025), dengan melibatkan pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Bupati Cilacap, Syamsul Auliya Rachman, menegaskan kerja sama ini menjadi tonggak penting keterlibatan pemerintah daerah dalam mengawal program restoratif justice.
“Kerja sama hari ini adalah inovasi antara pemerintah daerah dan kejaksaan. Ke depan, sejumlah persoalan hukum tertentu di Cilacap akan lebih banyak diselesaikan dengan pendekatan restoratif justice,” ujarnya.
Menurut Syamsul, perkara hukum di daerah tidak selalu berkaitan dengan tindak pidana yang menimbulkan korban langsung. Banyak di antaranya justru kasus tanpa korban, seperti penyalahgunaan narkotika. Untuk itu, Pemkab Cilacap menggandeng Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) dengan menyiapkan empat kamar rehabilitasi, meskipun biaya masih ditanggung keluarga pasien.
“Kami sedang merintis unit khusus di bawah RSUD atau Perusda Cahaya Husada untuk penanganan pasien rehabilitasi. Ada juga rencana pemanfaatan Hotel Wijayakusuma sebagai rumah sakit khusus narkotika. Opsi ini sedang dikaji, apakah nanti akan dikelola RSUD atau dibentuk BUMD,” jelas Bupati.
Syamsul menambahkan, program rehabilitasi ini akan disinergikan lintas sektor agar sesuai dengan regulasi nasional. “Kami sepakat bahwa dengan restoratif justice, posisi ketidakseimbangan akibat tindak pidana bisa dipulihkan, baik dengan ganti rugi maupun melalui mekanisme saling memaafkan,” tegasnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Cilacap, Muhammad Irfan Jaya, menilai pendekatan restoratif perlu didorong sebagai solusi atas permasalahan klasik sistem peradilan, khususnya kelebihan kapasitas rumah tahanan. Menurutnya, pola retributif yang hanya menekankan hukuman tidak selalu efektif membuat pelaku jera.
“Dua strategi utama yang kami jalankan adalah menghukum berat produsen dan pengedar, sementara pengguna atau korban penyalahgunaan diarahkan pada rehabilitasi. Karena itu, diperlukan balai rehabilitasi khusus di Cilacap,” kata Irfan.
Ia mengungkapkan, sekitar 70 persen perkara pidana di Cilacap berkaitan dengan narkotika. Selain kasus narkotika, pendekatan restoratif juga akan menyasar tindak pidana dengan korban, khususnya yang dilatarbelakangi faktor ekonomi.
“Melalui kerja sama ini diharapkan nantinya tersusun program pemberdayaan masyarakat dan pelatihan keterampilan agar mantan pelaku memiliki bekal hidup yang memadai dan tidak mengulangi perbuatannya,” tambahnya.
Kolaborasi Pemkab dan Kejari Cilacap ini diharapkan dapat menghadirkan wajah hukum yang lebih adil, humanis, serta menyeimbangkan antara kepentingan korban, pelaku, dan masyarakat.
Dengan sinergi berbagai pihak, Cilacap menargetkan terbentuknya sistem penegakan hukum yang bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan, sehingga tercipta masyarakat yang lebih tertib, aman, dan sejahtera.