SERAYUNEWS – Masjid dengan tiang satu sebagai penyangga bangunan di Kabupaten Banyumas tidak hanya berada di satu lokasi saja. Akan tetapi, dapat masyarakat jumpai di dua tempat berbeda.
Terkenal akan sebutannya sebagai Masjid Saka Tunggal, sebab memiliki satu tiang utama yang menjadi penyangga bangunan. Sampai saat ini, masjid masih berdiri kokoh dan aktif menjadi tempat ibadah.
Melansir dari laman jatengprov.go.id, menurut Takmir Masjid Saka Tunggal, Sopani, pendirian masjid itu memang menggunakan satu tiang.
“Yang mendirikan (pendiri masjid) Mbah Mustolih, itu yang mendirikan. Tiangnya, saka gurunya (tiang utama) satu,” kata Sopani ditemui di Masjid Saka Tunggal, Desa Cikakak, beberapa waktu lalu, dikutip serayunews.com pada Selasa (19/3/2024).
Bangunan saka tunggal yang dikelilingi kaca, terdapat tulisan Arab yaitu angka 1288 dengan kata di atasnya seperti kata bahasa Arab berbunyi Hijriah. Di bagian saka lain, terdapat tulisan Arab akan tetapi tak begitu jelas terbaca.
“Tertulis 1288. Apakah itu tahun berdirinya atau bagaimana, enggak tahu. Adanya gitu,” jelasnya, disinggung maksud angka 1288 di tiang masjid.
Mengenai saka tunggal, terang Sopani, dimaknai hidup kalau bisa seperti aksara huruf hijaiyah, alif. Yaitu selalu tegak lurus, yakni menjalani hidup sesuai dengan aturan.
“Itu gambarannya. tapi namanya orang. Kalau bisa seperti itu (sesuai aturan hidup). Selatan, selatan, timur, timur. Tapi ada yang barat ke selatan,” ungkapnya.
Sopani menambahkan, mulanya, selain masjid bertiang tunggal, atapnya juga menggunakan atap sirap kayu. Namun, atap masjid beberapa kali diganti karena rusak.
Menurut pengetahuan Sopani, atapnya pernah diganti ijuk, dan sampai seng. Tak hanya itu, material dinding masjid awalnya adalah kayu dan anyaman bambu. Kemudian, dilakukan penambahan dinding bata untuk eksterior masjid, dengan tujuan pemeliharaan.
Pantauan di lokasi, pada interior masjid juga dipakai anyaman bambu sebagai partisi antar ruangan dan sebagai material plafon.
Kolom utama Masjid Saka Tunggal Banyumas terbuat dari kayu solid tanpa sambungan sama sekali. Kolom masjid dihiasi empat buah sayap, dan dipenuhi dengan ukiran bercorak flora.
“Kondisi bangunan ada yang sudah rusak seperti kusen. Belum direnovasi lagi,” ujarnya.
“Sekarang sudah ratusan ekor. Tahun 1977 belum mengerti pisang, kacang, tahunya daun. Nah itu ada pengunjung, makan kacang. Apa yang saya makan, monyet dikasih. Jadi mengerti, sekarang apa saja dimakan,” imbuhnya.
Adapun, masjid yang berada di dekat hutan ini, membuat kawanan kera bisa sewaktu-waktu datang di sekitaran masjid. Maka tidak heran jika pintu masjid lebih sering dalam kondisi tertutup. Sebab, kalau pintunya terbuka, kera akan masuk ke masjid.
“Kalau pintu masjid lepas (buka) tahunya rumah, masuk cari makanan. Jadi jangan sampai pintu lepas, apa saja diambil,” pungkasnya.