
SERAYUNEWS – Puasa Ramadan 2026 semakin dekat dan menjadi momen bagi umat Islam untuk mengevaluasi ibadah puasa di tahun sebelumnya.
Salah satu hal penting yang sering ditanyakan adalah tentang batas waktu membayar hutang puasa atau qadha puasa.
Banyak orang menunda qadha karena berbagai alasan, mulai dari kesibukan, kondisi kesehatan, hingga lupa jumlah hari yang ditinggalkan.
Pertanyaannya, sampai kapan sebenarnya qadha puasa boleh dilakukan? Dan kapan pula prediksi awal Ramadan 2026?
Artikel ini menyajikan pembahasan lengkap mengenai batas maksimal membayar hutang puasa dan perkiraan jadwal Ramadan 2026, dilengkapi penjelasan ulama dan dalil-dalil yang menjadi rujukan.
Semuanya disajikan dengan bahasa yang ringan sehingga mudah Anda pahami.
Dalam syariat Islam, puasa Ramadan adalah ibadah wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh, berakal, serta mampu menjalankannya.
Namun, ada kondisi yang memperbolehkan seseorang tidak berpuasa, seperti sakit, haid, nifas, perjalanan jauh, atau kondisi syar’i lainnya.
Islam memberikan keringanan bagi mereka yang tidak mampu berpuasa di hari tertentu.
Keringanan tersebut diikuti kewajiban mengganti puasa di hari lain atau membayar fidyah sesuai batasan hukumnya.
Ketentuan mengenai qadha puasa ini tertuang dalam surah Al Baqarah ayat 184:
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui,”.
Ayat ini mempertegas bahwa seseorang yang meninggalkan puasa wajib mengganti di lain waktu.
Ulama sepakat qadha adalah kewajiban yang harus dituntaskan sebelum tiba Ramadan berikutnya.
Jika qadha ditunda tanpa alasan yang sah hingga masuk Ramadan berikutnya, maka menurut jumhur ulama, seseorang berdosa dan wajib membayar fidyah selain mengganti puasa yang ditinggalkan.
Penegasan ini juga dijelaskan dalam Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab karya Imam Nawawi dan Al Mughni karya Ibnu Qudamah, bahwa fidyah dibayarkan sebanyak satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang tidak dikerjakan.
Namun, jika penundaan qadha terjadi karena uzur syar’i seperti sakit yang belum sembuh, maka tidak ada dosa dan tidak diwajibkan fidyah.
Hal ini juga merujuk hadis riwayat Bukhari dan Muslim tentang pengalaman Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Ia menunda qadha hingga Ramadan berikutnya karena harus melayani Nabi Muhammad SAW, dan Aisyah hanya mengqadha tanpa membayar fidyah.
Batas terakhir mengganti puasa Ramadan adalah sebelum masuknya Ramadan berikutnya.
Artinya, Anda memiliki waktu satu tahun hijriah penuh untuk menyelesaikan hutang puasa, yaitu sejak berakhirnya Ramadan sebelumnya hingga terbit fajar di hari pertama Ramadan berikutnya.
Dasar batas waktu ini merujuk pada riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mengatakan:
“Aku mempunyai hutang puasa Ramadhan, dan aku tidak mampu mengqadhanya kecuali pada bulan Sya’ban (sebelum Ramadhan berikutnya) karena sibuk melayani Nabi SAW.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari riwayat ini, para ulama menjelaskan bahwa qadha boleh dilakukan kapan saja, tetapi sebaiknya tidak ditunda terlalu jauh agar tidak menumpuk.
Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1447 H akan jatuh pada Rabu, 18 Februari 2026. Penetapan menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal yang sudah menjadi rujukan Majelis Tarjih dan Tajdid.
Adapun pemerintah melalui Kementerian Agama belum menetapkan secara resmi awal Ramadan 2026 karena penetapan tanggal akan dilakukan setelah sidang isbat berdasarkan hasil rukyatul hilal.
Meski demikian, berbagai prediksi kalender menunjukkan Ramadan 2026 kemungkinan dimulai pada 18 atau 19 Februari 2026.
Berdasarkan prediksi tersebut, batas maksimal qadha puasa adalah 17 Februari 2026, tepat sehari sebelum masuk Ramadan menurut prediksi awal.
Jika seseorang tidak mengqadha hingga masuk Ramadan berikutnya tanpa uzur syar’i, maka menurut mayoritas ulama:
Namun, jika penundaan qadha karena alasan sah seperti sakit, kehamilan, menyusui, atau kondisi yang terus berlanjut hingga masuk Ramadan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah.
Dalam pandangan ulama Hanafiyah, qadha saja sudah cukup meskipun terlambat, sementara ulama Syafiiyah dan Malikiyah mewajibkan fidyah jika keterlambatan terjadi tanpa uzur.
Niat qadha puasa Ramadan dilakukan sebelum fajar. Berikut lafal niat yang bisa Anda baca:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ لِلَّهِ تَعَالَى
Latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’i fardhi Ramadhana lillahi ta’ala
Artinya: Aku berniat puasa esok hari karena mengganti kewajiban puasa Ramadhan karena Allah Ta’ala.
Pelaksanaan puasa qadha pada dasarnya sama dengan puasa wajib lainnya, yaitu menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa mulai dari subuh hingga maghrib.
Disunnahkan untuk sahur dan dianjurkan segera berbuka ketika waktunya tiba.
Qadha boleh dilakukan berurutan atau dicicil, tergantung kemampuan masing masing. Yang penting jumlah hari yang ditinggalkan terpenuhi.
Sebagian orang bertanya apakah aman mengganti puasa di minggu terakhir Sya’ban.
Berdasarkan riwayat Aisyah, qadha pada bulan Sya’ban diperbolehkan.
Bahkan, ulama menjelaskan bahwa qadha tetap boleh dilakukan meskipun sudah mendekati Ramadan, selama belum masuk hari syak.
Hadis yang melarang puasa setelah pertengahan Sya’ban dinilai lemah oleh Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in.
Ibnu Hajar Al Asqalani juga menegaskan bahwa mayoritas ulama membolehkan puasa sunah maupun qadha setelah Nisfu Syaban.
Kesimpulannya, qadha seminggu menjelang Ramadan masih diperbolehkan.
Namun disarankan menyelesaikannya 1 atau 2 hari sebelum Ramadan untuk menghindari hari syak.***