Purwokerto, Serayunews.com
Kemunculan puppet atau boneka yang bisa digerakkan, menjadi angin segar bagi penyampaian dongeng atau cerita edukatif kepada anak-anak. Pertunjukan yang menarik, komunikatif dengan membangun interaksi langsung ke anak-anak menjadi magnet tersendiri bagi anak.
“Life skill itu sangat penting bagi anak, karena akan membangun kesadaran eksistensi dan potensi diri, anak menjadi lebih mampu menggali dan mengolah informasi, berani mengambil keputusan atau memecahkan masalah, serta membangun kecakapan komunikasi dan empati anak,” kata Education Enthusiast & Trainer, Aris Ananda dalam zoom meeting Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Rabu (6/4/2022).
Media pembelajaran untuk mengajarkan life skill pada anak beragam, mulai dari media gambar, publikasi, rekaman audio, audio visual, pameran, proyeksi hingga menghadirkan model atau benda tiruan. Salah satu media yang menghadirkan model atau benda tiruan adalah dengan boneka puppet.
“Doll dan puppet ini berbeda, kalau doll sebatas benda saja dan pasif, sedangkan puppet bisa digerakkan dan disertai cerita atau dongeng. Boneka memiliki model 3 dimensi yang bisa bergerak dan berbicara, sehingga mampu mentransfer pengetahuan ke anak melalui berbagai indra. Misalnya saja, anak tidak mau bercerita dengan guru, tetapi ketika guru mengambil peran dengan menggunakan media boneka, maka ada kecenderungan anak akan mau bercerita dan berinteraksi,” jelas Aris.
Sementara itu, terkait keberadaan boneka tali, Storyteller, Ryan Shahrezade memaparkan, awal pementasan boneka tali adalah di panggung Dunia Fantasi (Dufan) sekitar tahun 1995. Pada saat itu boneka yang dimainkan berasal dari Eropa, karena di Indonesia belum ada yang bisa membuat.
“Kita lalu menerapkan metode amati, tiru, modifikasi (ATM), hingga kemudian bisa membuat sendiri boneka tali tersebut,” kata Ryan.
Meskipun terbilang sangat efektif untuk pembelajaran anak dan membangun life skill pada anak usia PAUD, TK dan SD. Namun, sampai saat ini belum ada sekolah khusus untuk belajar pementasan boneka tali. Pembelajaran baru dilakukan melalui pelatihan-pelatihan tertentu di kalangan guru ataupun sekolah dengan menghadirkan para siswanya.
Namun, pelatihan tersebut baru sebatas untuk bisa mengoperasikan boneka tali saja. Sedang pelatihan yang bertujuan untuk menjadi pemain profesional, sampai sekarang masih sangat jarang. Hal ini tentu akan berdampak pada regenerasi pemain boneka tali ke depannya.
Ryan menuturkan, dalam setiap pementasan, ia selalu berdiskusi dengan Aris Ananda dalam menyiapkan cerita yang akan dibawakan. Sehingga dalam setiap pertunjukan, tidak hanya sebagai sebuah tontonan semata, tetapi juga mengandung tuntunan bagi anak-anak.
Aris menambahkan, pihaknya tidak menekankan pesan-pesan khusus, karena menurutnya, anak-anak sekarang sudah cerdas menangkap dan menginterpretasikan sebuah cerita.
“Kalau toh yang ditangkap anak-anak berbeda-beda, hal tersebut merupakan imajinasi mereka dan kita harus memberikan ruang untuk berkembangnya imajinasi anak, jadi jangan terlalu didikte,” ungkapnya.