SERAYUNEWS-Masalah penggundulan lahan di Banjarnegara semakin memprihatinkan. Kondisi itu menyebabkan minimnya resapan air dan rawan akan longsor. Tidak hanya itu lahan yang rusak juga berimbas pada sedimentasi tinggi dan mengancam kebedaraan Waduk PB Soedirman atau Waduk Mrica.
Akibat penggundulan lahan ini, sedimentasi Waduk Mrica sudah mencapai 4 juta meter kubik per tahun. Sementara kemampuan pengerukan sedimentasi di Waduk Mrica hanya mampu pada kapasitas 1 juta meter kubik per tahun. Hal ini tentu mengancam keberadaan waduk yang menjadi nadi pengendali air pertanian dan pembangkit listrik.
Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo menyebutkan, ancaman akan Waduk Mrica ini bukan sekadar pembangkit listrik, tetapi juga sebagai penopang keselamatan masyarakat dan pertanian di wilayah hulu hingga hilir Sungai Serayu.
“Waduk Mrica ini tidak hanya sekadar pembangkit listrik energi terbarukan, tetapi juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Jika sampai jebol, maka dampaknya akan sangat luas dan bisa mengancam ribuan warga,” kata Imam Prasodjo saat melakukan penanaman pohon di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur Banjarnegara, Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, dengan kondisi ini, maka butuh perhatian semua pihak, termasuk dari Perhutani yang harus lebih serius dalam menjaga kawasan hutan, khususnya yang berada di sekitar DAS Serayu. Kerusakan hutan menjadi salah satu faktor utama meningkatnya sedimentasi di Waduk Mrica.
“Hutan ada yang lindung, ada yang konservasi, ada juga yang produksi. Tapi untuk wilayah-wilayah kritis seperti di sini, Perhutani harus bekerja lebih dari biasanya. Kalau hutan rusak, waduk akan menanggung beban sedimen yang semakin berat,” ujarnya.
Kerusakan hutan yang terjadi di DAS Serayu ini tidak hanya berdampak pada Waduk Mrica, sehingga permasalahan ini tidak hanya menjadi masalah lokal, tetapi menyangkut ketahanan energi nasional. Saat ini mayoritas energi Indonesia masih mengandalkan sumber tak terbarukan seperti minyak dan batu bara. Kehilangan Waduk Mrica berarti kehilangan salah satu sumber energi ramah lingkungan.
Untuk itu, sangat penting untuk melakukan penyelamatan DAS Serayu yang meliputi lima kabupaten yaitu Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap. “Serayu adalah urat nadi kehidupan lima kabupaten. Kalau waduk jebol, dampaknya bisa dirasakan luas, bahkan sampai Banyumas dan Cilacap,” katanya.
Penyelamatan Waduk Mrica tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah pusat melalui kementerian terkait. Namun, juga harus melibatkan semua unsur, mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, hingga aparat keamanan.
“Jangan hanya mengharapkan otoritas formal. Kita punya otoritas sosial dan informal. Semua pihak harus bergerak. Posko penyelamatan akan percuma jika warga tidak ikut terlibat,” katanya.
Berdasarkan data yang ada, sejumlah lahan di wilayah serapan sudah mengalami kerusakan yang cukup parah, seperti halnya luasan hutan yang berubah menjadi lahan pertanian di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa. Di wilayah tersebut terdapat 212 hektare lahan hutan menjadi pertanian. Desa Wanaraja (197 ha), Desa Jatilawang (143 ha), Desa Tempuran (129 ha), dan Desa Wanayasa (8,8 ha).
Ironisnya, lahan tersebut sebagian besar berada di kawasan hutan milik negara yang dikelola oleh Perhutani. Untuk itulah Sosiolog UI ini meminta Perhutani lebih serius dalam menjaga hutan.
“Kami menemukan fakta bahwa hutan-hutan itu dialihfungsikan dan tidak dijaga dengan baik. Mestinya ada tindakan tegas karena ini menyangkut keberlanjutan lingkungan,” katanya.