SERAYUNEWS – Penyebab awan Cumulonimbus di Bandung karena apa? Warga Bandung dan Garut sempat dihebohkan dengan penampakan awan tebal berwarna abu keoranyean yang disertai kilatan cahaya pada Senin (22/9/2025) sore.
Video dan foto yang beredar luas di media sosial membuat sebagian masyarakat menduga fenomena tersebut terkait dengan erupsi gunung di wilayah Jawa Barat.
Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memastikan bahwa peristiwa itu bukan letusan gunung, melainkan fenomena pembentukan awan cumulonimbus.
Sebelumnya, sejumlah warga yang melihat fenomena tersebut mengira kilatan cahaya muncul langsung dari puncak gunung.
Ada yang menyebut terlihat di kawasan Gunung Guntur, sementara sebagian lain menduga berada di Gunung Papandayan.
Namun, klarifikasi BMKG memastikan bahwa yang terlihat merupakan proses alamiah dalam pembentukan awan cumulonimbus, bukan aktivitas vulkanik.
Fenomena cumulonimbus sendiri bukan hal baru di Indonesia. Awan jenis ini sering terbentuk pada musim hujan dan dapat menghasilkan cuaca ekstrem dalam waktu singkat.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung, Teguh Rahayu, menjelaskan bahwa fenomena yang terjadi adalah intra-cloud lightning atau petir dalam awan.
Proses ini lazim muncul ketika awan cumulonimbus terbentuk. Menurutnya, awan jenis ini memang memiliki karakter menjulang tinggi dengan puncak melebar seperti kepala jamur, sementara bagian dasarnya terlihat gelap. Bentuk tersebut dikenal sebagai awan cumulonimbus incus.
Teguh menambahkan, pemisahan muatan listrik di dalam awan cumulonimbus sering memicu petir yang terlihat jelas dari permukaan bumi.
Hal senada diungkapkan oleh Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Garut, Aah Anwar Saefuloh.
Ia menegaskan bahwa kilatan cahaya yang tampak berulang kali di sekitar kawasan Gunung Guntur dan Gunung Papandayan tidak ada kaitannya dengan aktivitas vulkanik.
Aah menerangkan, pada dasarnya kristal es bermuatan positif akan terbawa ke puncak awan, sedangkan partikel air dan es yang lebih berat dengan muatan negatif terkumpul di bagian bawah.
Ketidakseimbangan muatan ini akhirnya melepaskan energi listrik dalam bentuk cahaya yang kita kenal sebagai petir intra-cloud atau sheet lightning.
Ia pun meminta masyarakat agar tidak mudah terpengaruh informasi yang tidak jelas sumbernya.
Menurut Aah, kondisi Gunung Guntur maupun Gunung Papandayan saat ini masih berstatus normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda erupsi.
Pernyataan ini juga diperkuat oleh aparat kepolisian setempat yang menegaskan bahwa situasi aman dan tidak ada indikasi bahaya vulkanik.
Keberadaannya kerap memicu hujan deras, petir, dan bahkan puting beliung. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk selalu memperbarui informasi cuaca dari lembaga resmi seperti BMKG maupun BPBD agar tidak terjebak pada isu menyesatkan.
Dengan penjelasan tersebut, dapat dipastikan bahwa awan tebal berpetir yang sempat viral di media sosial hanyalah bagian dari dinamika atmosfer normal di wilayah tropis.
Meski sempat membuat warga panik, fenomena ini bukan pertanda bencana besar, melainkan pengingat agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang mungkin menyertainya.
Demikian informasi tentang penyebab awan Cumulonimbus di Bandung.***