SERAYUNEWS – Polemik Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2024 terkait perubahan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD Banyumas kian memanas.
Persoalan ini tidak sekadar menyangkut besaran angka, tetapi menyentuh legitimasi lembaga, etika kekuasaan, dan kepercayaan publik.
Ketua Tribhata Banyumas, Aji Amitulloh Efendi, menilai kebijakan itu telah menjadi isu serius yang melibatkan aspek hukum, politik, dan sosial.
Menurut Aji, Perbup 9/2024 sepenuhnya produk eksekutif, sehingga menjadi kewenangan Bupati untuk menetapkan, mengubah, atau mencabutnya.
Namun, proses pengambilan keputusan harus mengacu pada asas kepastian hukum, keadilan, dan transparansi.
“Publik menilai eksekutif gagal mengantisipasi sensitivitas sosial. Kenaikan tunjangan yang sangat signifikan tidak sesuai dengan realitas sosial-ekonomi masyarakat yang tengah kesulitan,” tegas Aji, Minggu (21/9/2025).
Kebijakan tersebut memunculkan persepsi ketidakadilan dan dugaan penyalahgunaan kewenangan pemerintah daerah.
Aji menegaskan, meski Perbup berada di ranah eksekutif, DPRD Banyumas tetap memiliki tanggung jawab. Sebagai wakil rakyat, DPRD memegang fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran, sekaligus penerima manfaat dari kebijakan yang menuai kontroversi ini.
“Minimnya sikap kritis DPRD menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan terhadap eksekutif. Dalam konteks ini, krisis legitimasi mulai muncul, di mana publik merasa diabaikan oleh wakilnya sendiri,” ujarnya.
Reaksi keras masyarakat menunjukkan krisis kepercayaan yang serius. Menurut Aji, kebijakan tunjangan di tengah kondisi ekonomi sulit dianggap tidak peka dan berpotensi merusak demokrasi lokal.
“Masyarakat Banyumas yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi merasa bahwa kebijakan ini hanya memperlihatkan ketidakpekaan dari para pemangku kepentingan,” kata Aji.
Ia menilai wibawa lembaga politik ikut tergerus. Ketua DPRD kini dipersepsikan sebagai simbol ketidakpedulian terhadap konstituen, yang dapat meruntuhkan legitimasi politik lokal dan mengurangi partisipasi publik.
Aji menegaskan eksekutif dan legislatif wajib bertanggung jawab dan segera mengambil langkah konkret:
1. Revisi Perbup Transparan – Evaluasi dan sesuaikan Perbup 9/2024 agar adil bagi publik.
2. Audit Independen – Pastikan dasar penetapan tunjangan melalui audit terbuka.
3. Dialog Terbuka dengan Rakyat – Libatkan masyarakat, akademisi, dan media dalam proses kebijakan.
4. Evaluasi Kepemimpinan DPRD – Lakukan penyegaran bila diperlukan untuk memulihkan marwah lembaga.
“Perbup 9/2024 bukan hanya soal hukum, tetapi juga moralitas politik dan keberpihakan. Tanpa perbaikan yang nyata, demokrasi lokal akan kehilangan makna representasi, dan hubungan pemerintah dengan rakyat akan semakin jauh,” pungkas Aji.