SERAYUNEWS – Baru-baru ini, media sosial di Indonesia ramai membahas konsep supremasi sipil. Lantas, apa sebenarnya konsep tersebut?
Hal ini berkaitan dengan disahkannya revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis, 20 Maret 2025.
Perubahan ini memicu diskusi hangat mengenai peran militer dalam pemerintahan sipil dan bagaimana prinsip supremasi sipil diterapkan dalam konteks tersebut.
Supremasi sipil adalah konsep yang menempatkan otoritas pemerintahan sipil di atas militer dalam sistem negara demokrasi.
Prinsip ini memastikan bahwa kebijakan strategis nasional ditentukan oleh pemimpin sipil yang dipilih rakyat, bukan oleh perwira militer.
Konsep ini berakar dalam demokrasi liberal yang menekankan hak individu dan kesetaraan. Dalam sistem ini, pejabat sipil yang terpilih melalui pemilu memiliki wewenang utama dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu, militer bertugas menjaga keamanan tanpa ikut campur dalam pemerintahan.
Menurut studi Routes to Reform: Civil-Military Relations and Democracy in the Third Wave (2023), kontrol sipil terhadap militer memiliki beberapa tingkatan.
Kontrol yang tinggi terjadi ketika militer tidak memiliki hak prerogatif atau kekuasaan formal dalam pemerintahan serta tidak menantang otoritas sipil yang sah.
Sebaliknya, kontrol yang lemah dapat membuka celah bagi intervensi militer dalam politik.
Di Indonesia, supremasi sipil ditegaskan dalam konstitusi dan diperkuat oleh reformasi TNI pasca-1998.
Sejak berakhirnya Orde Baru, Indonesia mulai membangun hubungan sipil-militer yang lebih profesional dengan menghapus dwi fungsi ABRI, yakni peran ganda militer dalam bidang pertahanan dan politik.
Namun, dengan revisi terbaru UU TNI, banyak pihak mempertanyakan apakah supremasi sipil tetap terjaga. Beberapa perubahan yang disoroti dalam revisi ini antara lain:
Dalam revisi UU TNI, prajurit aktif diperbolehkan menjabat di 14 kementerian dan lembaga tertentu tanpa harus mundur dari dinas militer.
Perubahan ini menuai kritik karena dianggap bertentangan dengan semangat reformasi yang memisahkan peran militer dari ranah pemerintahan sipil.
Tugas baru bagi TNI dalam revisi ini mencakup penanggulangan ancaman siber serta perlindungan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri.
Salah satu perubahan lain dalam UU ini adalah bertambahnya usia pensiun prajurit TNI. Hal ini dinilai bisa mempengaruhi dinamika regenerasi kepemimpinan dalam tubuh militer.
Supremasi sipil adalah prinsip yang menempatkan otoritas pemerintahan sipil di atas kekuasaan militer dalam struktur negara.
Dalam sistem demokrasi, konsep ini memastikan bahwa keputusan strategis dan kebijakan negara ditentukan oleh pemimpin sipil yang dipilih oleh rakyat, bukan oleh perwira militer.
Prinsip ini mencerminkan kedaulatan rakyat, di mana semua warga negara memiliki hak yang sama dalam menentukan arah kebijakan negara.
Revisi UU TNI yang baru disahkan menimbulkan perdebatan mengenai penerapan supremasi sipil di Indonesia.
Pemerintah dan DPR menegaskan komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip demokrasi, namun di sisi lain, ada kekhawatiran dari masyarakat sipil mengenai potensi kembalinya peran dominan militer dalam pemerintahan.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk terus mengawasi implementasi undang-undang ini guna memastikan bahwa demokrasi dan hak asasi manusia tetap terjaga di Indonesia.***