Purwokerto, Serayunews.com
Kampung Sri Rahayu yang terletak di jantung Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah merupakan sebuah perkampungan yang penghuninya sebagian besar pendatang dan berasal dari golongan ekonomi bawah. Kebanyakan warganya mengandalkan mata pencaharian dari hasil mengamen, mengemis, pekerja seks komersial (PSK) ataupun pedagang keliling. Dalam tiga tahun terakhir, kehidupan warga mulai ada perubahan ke arah positif setelah mendapat pendampingan dan pemberdayaan dari Pusat Studi Dakwah Komunitas (PSDK) Muhammadiyah. Warga yang berprofesi sebagai pekerja malam seperti PSK dan waria, mulai beralih profesi setelah mengikuti berbagai pelatihan di PSDK.
Salah satunya adalah Saturohim, yang kini beralih menjadi pengamen setelah puluhan tahun terperosok kehidupan malam sebagai waria. Rutinitas mengaji di PSDK membuatnya berubah menjadi manusia yang mempunyai rasa empati besar.
“Saya sudah lama sakit gula, selama ini menunggu mendapatkan jaminan kesehatan yang gratis, tetapi belum dapat juga. Setelah saya banyak mengikuti pengajian dan menyadari pentingnya berbagi untuk sesama, maka saya putuskan untuk mengikuti BPJS mandiri saja. Sehingga, meskipun saya sedang dalam kondisi sehat, iuran yang dibayarkan tetap bisa berguna bagi orang lain yang sakit dan kurang mampu,” tutur Saturohim yang mengaku selama ini masih sangat minim berbagi untuk sesama.
Hidup sederhana di usia yang sudah memasuki 52 tahun, tak menyurutkan Saturohim untuk berbagi. Pagi itu ia sedang sakit, gula darahnya naik hingga 299 dan sudah dua minggu ini tidak bisa bekerja. Ia hanya terbaring di kamar kosnya yang berukuran 3×3 di sebuah gang sempit.
Beruntung sebelum sakit, ia sudah mendaftar BPJS mandiri atas saran dari ibu kosnya, sehingga saat gula darahnya naik, Saturohim bisa berobat tanpa harus mengeluarkan biaya lagi. Ia mendaftar BPJS mandiri kelas 3 dengan iuran bulanan Rp 35.000. Dengan penghasilan yang tidak menentu, tambahan pengeluaran rutin bulanan untuk jaminan kesehatan tersebut sebenarnya berat baginya. Namun, dengan dilandasi semangat berbagi, dimana ia meyakini bahwa sekalipun tak digunakan untuk berobat, iuran BPJS yang dibayarkan akan bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu yang membutuhkan.
Lelaki asal Bumiayu ini mengatakan, ia banyak belajar berbagi di PSDK. Bahkan saat hari raya Idul Adha kemarin, ia bisa kurban satu ekor kambing dengan cara menabung yang dikoordinir PSDK. Dan menurutnya, dengan mengikuti BPJS mandiri, ia pun bisa berbagi dengan sesama.
“Berbagi itu indah, saya merasakan sendiri dulu sebelum punya BPJS dan sakit gula darah saya kambuh, harus mengeluarkan uang sampai Rp 80.000 untuk sekali berobat, untungnya ada yang mau meminjami uang. Jadi manfaat BPJS itu sangat besar, ketika sakit kita terjamin dalam berobat dan saat sehat, iuran kita berguna untuk orang lain, jadi dari kita untuk bersama,” katanya, Rabu (24/8/2022).
Warga lainnya yang juga sudah menjadi peserta BPJS mandiri adalah Nina Marlina. Mantan PSK yang kini berjualan nasi uduk serta menerima jahitan ini, hidup bersama suami dan satu orang anak dan semuanya sudah memiliki BPJS. Suaminya, Dedi bekerja sebagai penjaga malam di salah satu tempat karaoke, sedang anaknya masih duduk di Sekolah Dasar (SD).
“Saya asli dari Bekasi, pekerjaan saya yang dulu di dunia malam sangat rentan penyakit, karena itu sudah sejak lama saya menjadi peserta BPJS,” tutur Nina yang mengaku 11 tahun menjalani profesi lamanya.
Aktif Ajak Warga
Menjelang siang, aktivitas warga kampung tersebut mulai meningkat, bau menyengat dari sungai yang banyak sampah tak membuat mereka menghentikan aktivitasnya. Tinggal di perkampungan dengan segala keterbatasan yang ada, mulai dari air bersih hingga lingkungan yang padat, membuat Ngadiyah, ibu kos Saturohim tak kenal lelah mengajak para tetangganya untuk mendaftar BPJS mandiri. Mengingat jika salah satu tetangga sakit, akan sangat terasa sebab rumah-rumah mereka berhimpitan. Terlebih jika sakitnya merupakan penyakit menular, seluruh kampung akan dilanda kecemasan.
“Karena kondisi lingkungan yang padat dan kebersihan juga kurang terjaga, warga di sini rentan sakit. Apalagi kalau sungai di depan gang mengering, banyak nyamuk dan warga juga sering kesulitan air bersih. Sehingga saya selalu menyarankan warga untuk mendaftar BPJS, sedini mungkin memiliki jaminan kesehatan supaya jika sakit tidak bingung biaya,” ucapnya.
Perempuan berusia 67 tahun tersebut, tinggal berdua dengan suaminya di RT 4 RW 10 Kampung Sri Rahayu. Ekonomi Ngadiyah terbilang lebih baik dibandingkan dengan warga sekitar, ia memiliki warung kelontong dan juga menyewakan kamar kos. Sudah 7 tahun Ngadiyah dan suami terdaftar sebagai peserta BPJS mandiri. Walaupun sudah lanjut usia, perempuan itu masih terlihat sehat dan jarang sakit. Meskipun begitu, ia merasa perlu untuk menjaga lingkungan rumahnya, supaya warganya juga sehat.
“Kalau ada warga yang ingin mendaftar BPJS, saya meminta suami untuk mengantarkannya, karena menjaga kesehatan lingkungan sekitar juga sama pentingnya dengan menjaga kesehatan diri sendiri,” tuturnya.
Terpisah, Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Akhmad Darmawan SE.MSi mengatakan, jaminan kesehatan memang menjadi salah satu persoalan warga Kampung Sri Rahayu yang merupakan binaan UMP. Salah satu penyebabnya karena status kependudukan warga yang tidak jelas. Sebagian besar warga yang merupakan pendatang tidak mengurus surat pindah, sehingga di daerah asal sudah tidak tercatat karena sudah puluhan tahun meninggalkan kampung halaman dan di sini juga belum tercatat sebagai warga Banyumas.
“Kita sudah membuka klinik gratis bagi warga Kampung Sri Rahayu, tetapi tentu saja layanan kesehatannya sangat terbatas. Sehingga memiliki jaminan kesehatan tetap menjadi solusi utama,” terangnya.