SERAYUNEWS– Rangkaian Festival Balon Udara 2024 di Kabupaten Wonosobo sukses memukau jutaan pasang mata. Warna warni balon berukuran raksasa itu menghiasi langit Wonosobo selama sepuluh hari momen Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriyah.
Momen indah penyelenggaraan festival balon udara di kabupaten berhawa dingin itu juga banyak menghiasi beranda media sosial masyarakat tanah air. Bahkan masyarakat asing yang takjub dengan tradisi balon udara asal Kabupaten Wonosobo.
Sebelum munculnya aneka bentuk dan warna balon tradisional Wonosobo yang kita kenal sekarang. Rupanya para sesepuh di Wonosobo telah lama mengenal tradisi menerbangkan balon udara sederhana untuk menyemarakkan hari raya lebaran.
Melansir Buku “Jejak Tradisi Balon Wonosobo” yang diterbitkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Wonosobo, tradisi balon udara telah berjalan sejak masa penjajahan
Belanda di Indonesia.
Untuk penemuan balon tradisional Wonosobo dimulai pada pertengahan dekade 1920-an. Hasil penuturan masyarakat, penemunya adalah Atmo Goper (1898-1978). Dia merupakan ahli pangkas rambut dari Krakal Tamanan, Kelurahan Karangluhur, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo.
Disebutkan dalam buku itu, Atmo juga dikenal pengrajin lampion, sangkar burung, dan seniman musik rebana (terbangan). Untuk kreasi balon karya Atmo, terinspirasi dari pendaratan balon udara berpenumpang yang pernah dia saksikan di Alun-alun Wonosobo semasa usia muda.
Kemungkinan, balon udara ini ditujukan untuk pemotretan udara. Sebab hingga saat ini masih dapat ditemukan karya aerial photography (foto udara) kawasan Wonosobo yang dibuat pada awal abad keduapuluh. Antara lain foto Perkebunan Teh Tambi (berangka tahun 1937) dan Hotel Herstellingsoord “Diëng” (saat ini Hotel Kresna).
Perlu diketahui, teknologi fotografi saat itu masih sangat sederhana dengan shutter speed yang masih rendah. Alih-alih menggunakan pesawat yang terbang dalam kecepatan tinggi, fotografer harus menggunakan balon udara untuk mendapatkan angle yang baik dari udara.
Pengalaman melihat balon jenis inilah yang kemudian menginspirasi Atmo untuk membuat balon udara dari bahan seadanya. Balon pertama karya Mbah Atmo Goper dibuat menggunakan kertas pilus, (warga setempat menyebutnya kertas kripik), yang dikombinasikan dengan kertas payung.
Pada masa itu, untuk bahan-bahan tersebut masih merupakan barang mewah dan mahal yang harus dipesan dari Kota Semarang. Pilihan warna kertas pilus pun masih sangat minim, yaitu baru ada putih dan hijau.
Baru pada dekade 1960-an, bahan baku kertas pilus atau krep dengan pilihan warna yang lebih banyak telah dipasarkan di beberapa toko di Wonosobo. Antara lain Toko Pak Ahmad di dekat Pasar Kertek (sekarang menjadi Toko Merah Putih).
Bahan baku tersebut biasanya dibeli dengan dana patungan/iuran warga, sedangkan bahan lain seperti lem dibuat sendiri dengan parutan ubi kayu yang diperas dan dimasak sampai menjadi lem. Pengeleman menggunakan potongan kain
yang dilipat dan dimasukan ke dalam bambu kecil.
Penerbangan balon Mbah Atmo pertama kali dilakukan di depan Mushola Krakal Tamanan dengan disaksikan kerumunan warga setempat. Di tahun-tahun selanjutnya, kisah tentang balon di Krakal Tamanan kian menyebar di wilayah sekitarnya, hingga menjadi momentum yang ditunggu-tunggu masyarakat.
Tak hanya dari Kertek, penonton pun berdatangan dari kecamatan lain, bahkan dari luar kota Wonosobo. Cerita ini didapat dari warga Krakal Tamanan bernama Subagyo, berdasarkan cerita
dari mendiang ayahnya, Serma (Purn) Barjam (1926-2001).
Dia sekaligus kawan dan tetangga Mbah Atmo Goper di Krakal Tamanan. Pada awalnya, penerbangan balon tradisional hanya
dikenal di Dusun Krakal Tamanan saja. Namun memasuki era 1950-an, teknologi tersebut mulai menyebar wilayah di sekitarnya.
Antara lain Desa Kembaran di Kecamatan Kalikajar. Balon yang dibuat masih sangat sederhana, baik dari sisi pola, bentuk, maupun bahan yang digunakan. Ukuran balon juga belum terlalu besar, rata-rata dengan tinggi sekitar tujuh meter.
Untuk perkiraan bahan baku 12 kertas untuk tingginya dan dan 16 kertas untuk kelilingnya, dengan ukuran masing-masing kertas 60 x 40 cm. Bentuk balon juga tidak terlalu bulat, dengan sisi atas yang cenderung menyudut.
Pada perkembangannya, kini bentuk balon menjadi kian bulat dan rapi, dengan kriteria bentuk yang dianggap sempurna jika mendekati bentuk bohlam lampu terbalik.