SERAYUNEWS- Di era media sosial seperti sekarang ini kita sering menjumpai banyak orang yang pamer kekayaan dan pencapaian mereka, terutama pada owner skincare.
Trend pamer kekayaan oleh owner skincare ini tentu menjadi pemandangan yang biasa. Mulai dari pamer hasil penjualan hingga barang mewah yang dimiliki.
Lalu apakah flexing yang mereka lakukan hanya sebatas ingin terlihat kaya atau salah satu strategi pemasaran? Mari kita bahas bersama.
Flexing merupakan fenomena memamerkan kekayaan untuk menunjukkan status sosial di masyarakat.
Menurut buku “Fenomena Komunikasi di Era Virtualitas” oleh Syahrudin dan kawan-kawan (2023:81), flexing bertujuan agar seseorang terlihat kaya dan diakui sebagai orang kaya.
Kegiatan ini biasanya dilakukan melalui media sosial, baik dalam bentuk foto maupun video.
Flexing tidak hanya menampilkan sumber penghasilan atau kekayaan, tetapi juga mencakup pilihan tempat makan, pusat perbelanjaan, atau taman rekreasi yang mahal.
Belakangan ini, fenomena flexing yang dilakukan oleh para owner skincare menjadi sorotan.
Mereka sering mengunggah foto atau video yang menunjukkan banyaknya orderan skincare yang diterima, bahkan ada yang menyewa gedung untuk memamerkan produk mereka.
Selain itu, para owner skincare juga sering memamerkan hasil dari penjualan skincare, seperti mobil mewah, rumah mewah, hingga tas berharga ratusan juta rupiah.
Pertanyaannya, apakah mereka benar-benar kaya atau hanya menggunakan flexing sebagai strategi pemasaran?
Menurut Prof. Rhenald Kasali, seorang guru besar Ilmu Manajemen di Universitas Indonesia, orang yang benar-benar kaya biasanya tidak suka pamer kekayaan dan cenderung menjaga privasi.
Semakin kaya seseorang, semakin ia menginginkan privasi dan tidak ingin menjadi pusat perhatian.
Flexing saat ini menjadi tren populer dalam teknik marketing. Memamerkan kekayaan dengan tujuan strategi marketing memberikan dampak positif yang sangat menguntungkan.
Namun, jika flexing dilakukan hanya untuk memamerkan harta kekayaan semata, dampaknya bisa kurang baik.
Menurut buku “Fenomena Komunikasi di Era Virtualitas” oleh Syahrudin dan kawan-kawan (2023:83), flexing yang digunakan oleh influencer atau owner skincare sebagai strategi pemasaran dapat menarik minat calon konsumen.
Bagi seseorang yang baru terjun di bidang kecantikan, flexing ini sangat menguntungkan karena dapat digunakan sebagai branding diri, produk, dan menarik perhatian agar viral.
Masyarakat Indonesia umumnya menyukai hal-hal yang terlihat tidak biasa dan mewah.
Pada intinya, melakukan flexing dalam dunia bisnis sah-sah saja asal dilakukan dengan tujuan menarik perhatian untuk mendongkrak penjualan, bukan untuk menipu.
Namun, perlu diingat bahwa aktivitas flexing memiliki dampak buruk, seperti meningkatkan risiko menjadi target pelaku kejahatan.***