SERAYUNEWS- Pada saat masih menjadi calon presiden, Joko Widodo mengunjungi rumah penculikan Sukarno-Hatta di Bojong Tugu, Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Senin (16/6/2014) tengah malam. Di rumah itu, Jokowi berpidato soal kemerdekaan.
Jokowi menegaskan bahwa pemerintah harus mampu mendatangkan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Caranya yakni dengan mewujudkan Trisakti, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Tempat Jokowi membacakan naskah pidato itu adalah tempat bersejarah. Pada 16 Agustus 1945 silam, kaum muda Indonesia menculik Soekarno dan Hatta ke sebuah rumah milik petani Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok. Kaum muda mendesak agar keduanya memproklamasikan kemerdekaan.
Jokowi yang ditemani istri dan dua anaknya membacakan Piagam yang berisi janji-janji Jokowi. Jokowi berjanji akan memberikan hak politik yang sama bagi setiap rakyat, menjamin kebebasan beragama, dan memberikan kesejahteraan untuk semua golongan.
Di rumah ini, 69 taun lalu, bersama kaum muda Sukarno-Hatta berani memutuskan Indonesia harus merdeka.
“Sebagai pemimpin rakyat yang tahu sejarah, saya tak gentar. Di rumah yang sama saya nyatakan Indonesia harus benar-benar merdeka. Tugas pemimpin memerdekaan rakyat dari segala bentuk penjajahan, terutama membebaskan rakyat dari kemiskinan dan kebodohan,” ucap Jokowi lantang.
Gubernur DKI Jakarta non aktif kala itu membacakan jaminan hak berpolitik bagi warga dalam piagam itu.
“Tiap orang punya hak politik yang sama, memilih bukan karena diintimidasi. Yang terpenting, lahir demokrasi politik dan ekonomi yang mendatangkan kesejahteraan bagi semua,” katanya.
Setelahnya, Jokowi akhirnya berhasil terpilih memimpin Indonesia sejak Oktober 2014 atau kuartal III-2014. Menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi kerap disimbolkan sebagai new hope untuk Indonesia.
Sayangnya, sejak periode pertama pemerintahan Jokowi 2014 hingga 2023, realisasi pertumbuhan ekonomi hampir selalu di bawah target yang ditetapkan dalam APBN.
Selama 10 tahun era Jokowi, pemerintah hanya mampu memenuhi target pertumbuhan ekonomi satu kali yakni pada 2022. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di era Jokowi bahkan hanya 4,2%, jauh di bawah ambisinya yakni 7%.
Para ahli sepakat bahwa Presiden Jokowi berhasil memperbanyak infrastruktur dan gencar menggaet investasi. Namun, warisan Jokowi di bidang pembangunan itu harus dibayar mahal dengan kemunduran demokrasi.
Sejumlah lembaga internasional memotret penurunan kualitas demokrasi di Indonesia sejak kepemimpinan Jokowi. Freedom House menyebut indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin ke 53 poin pada 2019-2023.
Lembaga Reporters Without Borders (RSF) mengungkap penurunan kualitas kebebasan pers Indonesia. Skor kebebasan pers Indonesia turun dari 63,23 poin pada 2019 ke 54,83 poin pada 2023.
Pada tahun terakhirnya menjabat sebagai presiden, Jokowi mendapat peringatan keras dari para akademisi, mahasiswa, hingga ekonom.
Para ahli tersebut menuding Jokowi mengintervensi konstitusi dan menyalahgunakan wewenang sebagai presiden demi memuluskan langkah putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilu 2024.
Ketika SBY menyelesaikan masa jabatannya, demokrasi Indonesia orang anggap dalam kondisi stagnan.
Namun pada era Jokowi, indeks demokrasi Indonesia justru cenderung menurun. Bahkan, The Economist Intelligence Unit masih mengkategorikan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi cacat.
Laporan majalah Tempo yang berjudul “18 dosa Jokowi” menuduh Presiden menggunakan taktik otoriter untuk mengonsolidasikan kekuasaan, sehingga melemahkan lembaga-lembaga demokrasi negara ini.
Dari Rengasdengklok, wajar jika muncul pertanyaan apakah kita sudah merdeka dalam arti sesungguhnya? ***(Kalingga Zaman)