Purwokerto, serayunews.com
Panitera PN Purwokerto, Muhamad Khuzazi mengungkapkan, eksekusi tersebut berdasarkan surat penetapan Nomor : 02/Pen.Pdt. Eks/2021/PN Pwt. Jo. No. 07/Pdt.G/2011/PN Pwt tentang perintah eksekusi pengosongan.
“Pengosongan obyek sengketa di Jalan Gerilya yang dikenal dengan nama Toko Bandung,” ujar dia.
Khuzazi menambahkan, pengosongan bangunan itu sudah berkekuatan hukum tetap dan prosesnya sudah berlangsung sejak tahun 2011 lalu. Perkara tersebut menjadi panjang, karena pihak tergugat mengajukan banding berkali-kali.
“Perkara ini dari tingkat pertama di PN Purwokerto, kemudian banding di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, hingga kasasi. Kemudian juga ada peninjauan kembali,” katanya.
Pengacara pihak tergugat atas nama Meti, Ashadi menjelaskan, bahwa sebenarnya kliennya tidak mempermasalahkan pengosongan bangunan tersebut.
Namun, pihaknya mempermasalahkan pengembalian uang yang dipakai kliennya untuk membeli lahan dari pemilik sebelumnya atas nama Hadi Suharto.
“Tanah itu dibeli pada tahun 1998, kami sudah tidak mempermasalahkan kepemilikan, tetapi untuk dilunasi terlebih dahulu, dipenuhi hak-haknya Meti,” ujarnya.
Ashadi menjelaskan, mengenai tanah tersebut, ada saksi bahwa kliennya telah membeli tanah itu. Bahkan pemilik tanah sebelumnya, juga masih hidup.
“Bukti pembayaran juga ada, tanah itu dibeli Meti Rp 230 dari Hadi Suharto,” kata dia.
Seiring waktu, ada persoalan rumah tangga antara Meti dengan suaminya. Mereka bercerai sehingga menurut Kuasa Hukum, Meti berinisiatif agar aman tanah tersebut diatasnamakan adik kandungnya yang bernama Intan.
“Setelah Ibu Meti cerai dan mau balik nama, tahun 2006 Intan tidak mau menandatangani balik nama atau pengembalian hak. Dia malah menggugat di Pengadilan Purwokerto, padahal Intan ini tidak pernah membayar tanah itu,” ujarnya.
Namun demikian, Meti akhirnya pun harus legowo karena tanah tersebut bersertifikat atas nama Intan. Pihaknya hanya ingin menuntut pengembalian uang yang dikeluarkan oleh Meti, untuk membeli tanah tersebut.