Purbalingga, serayunews.com
Di Desa Siwarak sudah beberapa kali terjadi peristiwa tanah longsor. Namun, longsor kali ini merupakan peristiwa terbesar yang pernah terjadi dan berdampak paling parah.
Kesaksian itu disampaikan oleh seorang warga setempat, Ramudi. Dia mengaku, sebagai warga asli Siwarak sejak kecil hingga kini berusia 75, dia belum pernah menyaksikan kejadian longsor separah itu.
“Seingat saya sejak dulu, ini merupakan (longsor, red) yang paling besar dan parah,” katanya, ditemui di lokasi pengungsian, Rabu (26/10/2022).
Dia menyampaikan, kalau tanah longsor, hampir setiap musim hujan terjadi di wilayah tersebut. Namun, biasanya hanya berupa guguran tebing dengan skala kecil.
Berbeda dari longsor sebelum-sebelumnya, kali ini selain bukit yang longsor, juga terdapat rekahan tanah. Hal itu mengakibatkan tembok rumah dan ruas jalan retak dan merekah.
“Jalan beton itu retak, tembok rumah juga. Hampir semua rumah seperti itu,” ujarnya.
Warga lain, Tasmidi yang juga warga RT 4 RW 7 Desa Siwarak pun, mengakui hal tersebut. Bahkan, dia menyaksikan langsung saat tembok rumahnya retak dan lantai rumah merekah.
Dia juga yang menyaksikan langsung, saat tebing dengan ketinggian sekitar 50 meter itu longsor. Kebun nanas tersapu material longsor, dan menutup ruas jalan. Seketika listrik padam, karena beberapa tiang listrik juga roboh.
“Longsor pertama siang hari, terus sore sekitar setengah enam itu longsor lagi dan menyeret tiang listrik,” ujarnya.
Di lokasi tebing yang longsor, kata Tasmidi, muncul aliran air dari tanah. Padahal di situ sebelumnya kebun nanas dan tidak ada aliran air.
“Jadi mungkin di bawah itu banyak sumber air,” ujarnya.
Peristiwa longsor dan tanah bergerak yang terjadi di Desa Siwarak kali ini, mengakibatkan 48 rumah rusak. Jalan desa sebagai akses utama ambles di beberapa titik.
Ada 177 jiwa yang mengungsi, terdiri dari balita 28 orang, bumil 3 orang, dewasa 148 orang. Kemudian ada 48 rumah terdampak dan pengungsian disiapkan di 2 lokasi, yakni TPQ Miftahul Ulum, TPQ Nurul Hikmah.