Banjarnegara, serayunews.com
Sebelum resmi ditutup pada 1 Agustus 1978, kereta api Purwokerto-Wonosobo yang melintas di Banjarnegara, menjadi moda transportasi utama bagi masyarakat Banjarnegara.
Tidak hanya penumpang, termasuk untuk angkutan barang dan nadi perekonomian masyarakat Banjarnegara dan Wonosobo. Namun kini, jalur itu hanya menyisakan bekas-bekasnya saja.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Serayunews.com. sejumlah saksi di Banjarnegara menceritakan kejayaan kereta api Purwokerto-Wonosobo. Mereka juga menceritakan pengalaman yang dirasakan, sebagai pelaku sejarah yang sehari-hari menyambung hidup di stasiun itu.
Hardjo Mulyo, warga Kutabanjarnegara, masih ingat betul saat kereta api masih melintas di Banjarnegara. Waktu itu, ada dua kali keberangkatan kereta api dalam sehari dari Wonosobo ke Purwokerto. Dalam sekali perjalanan, kereta api itu membawa dua kereta penumpang dan sisanya gerbong barang.
Saat itu, dia masih menjadi pegawai di pemerintahan Kabupaten Banjarnegara dan tinggal di Kecamatan Mandiraja. Setiap pagi, dia berangkat kerja dengan menumpang kereta api.
“Waktu masih beroperasi, banyak juga pegawai yang berangkat kerja menggunakan kereta api meski harus berangkat lebih awal. Dulu banyak juga anak-anak yang ikut naik kereta saat masih langsir, termasuk saya waktu masih sekolah dan belum bekerja. Rasanya senang bisa ikut naik, walau cuma langsir bolak-balik,” katanya.
Berbeda dengan Umar Besari, putra dari Harsten Besari yang bekerja di Stasiun Wonosobo tahun 1964. Dia masih banyak mengingat kenangan, saat sang ayah masih menjadi karyawan PT KAI.
Dari cerita sang ayah, kereta api yang beroperasi di lintasan ini menggunakan tenaga uap batu bara. Pada tahun 1977, tenaga kereta uap tersebut diubah menjadi tenaga diesel. Perusahaan yang menaunginya, juga sempat beberapa kali berganti nama.
Saat jalur masih aktif, kereta api pertama berangkat dari Wonosobo ke Purwokerto pukul 04.00 pagi dan sampai Banjarnegara sekitar pukul 05.00 WIB. Lalu, kereta api yang berangkat dari Purwokerto sampai stasiun Banjarnegara itu sekitar pukul 06.00 WIB.
Kereta api itu kemudian berangkat kembali ke Purwokerto dari stasiun Wonosobo, sekitar pukul 14.00 WIB. Lalu kereta api kedua yang datang dari Purwokerto. tiba di Banjarnegara sekitar pukul 17.30 WIB.
“Dulu ayah saya tinggal di Selokromo Wonosobo dan kalau berangkat kerja dari rumah, sekitar pukul 02.00 WIB dengan berjalan kaki. Dia berangkat lebih awal, karena kereta pertama dari Wonosobo berangkat pukul 04.00 WIB,” ujarnya.
Berbeda dengan Sunarto yang saat jalur kereta kereta api masih aktif, dirinya masih duduk di bangku kelas 3 SD. Dia bersama tiga rekannya, punya pengalaman pernah ikut terbawa kereta hingga ke Stasiun Wonosobo.
Saat itu ada kereta langsir, dia dan tiga temannya naik di belakang. Saat itu dalam pikirannya, kereta yang dinaiki hanya langsir, sehingga bisa ikut kembali lagi ke Banjarnegara. Namun ternyata, keretanya ‘nggak’ balik lagi.
“Saya masih ingat betul, saat itu lokomotif kereta sampai Wonosobo sudah mahgrib, untungnya masinis kereta itu baik. Namanya Pak Pahing, dia banyak tanya pada kami. Kami juga diajak makan, kemudian diantar ke Banjarnegara,” katanya.
Kereta api di Banjarnegara, pernah mengalami masa jayanya. Walaupun sempat mengalami kemunduran, akibat terkena imbas dari Depresi Ekonomi pada tahun 1933.
Terhitung dari tahun 1917 sampai tahun 1978, kereta api pernah eksis di Banjarnegara. Jalur ini resmi ditutup pada 1 Agustus 1978, karena perkembangan kemajuan pembangunan jalan raya.
Saat ini kondisi jalur kereta api Purwokerto-Wonosobo, dalam kondisi rusak. Berbagai prasarana kereta api, bahkan banyak yang sudah dipakai pihak lain seperti untuk jalan raya, rumah penduduk, persawahan, pertokoan, dan fasilitas umum lainnya.