SERAYUNEWS— Dijadwalkan pada tanggal 3 – 5 September 2024, Paus Fransiskus akan melakukan kunjungan ke Indonesia.
Pemimpin Vatikan yang berasal dari Argentina tersebut akan tercatat sebagai Sri Paus ketiga yang datang ke Indonesia,
Ada perbedaan mendasar antara Paus Fransiskus dengan Paus sebelumnya, dia terkenal berpikir radikal dan cenderung memiliki ideologi kiri revolusioner.
Pemimpin bagi 1,2 miliar umat Katolik ini pernah mengatakan bahwa kapitalisme sebagai sumber ketimpangan ekonomi pada sisi baiknya. Pada sisi buruknya, itu adalah pembunuh.
Jorge Bergoglio, nama asli Paus Fransiskus, mengubah wajah gereja. Bukan hanya dengan ajaran-ajarannya yang progresif, melainkan juga melalui tindakan-tindakannya yang membawa pembebasan bagi orang dari belenggu dogma, stigma sosial yang menakutkan, dan marginalisasi karena sistem dan struktur yang tidak memihak.
Dari ajaran-ajarannya yang progresif dan tindakan-tindakannya yang menerobos kemapanan menjadi sangat jelas bahwa dia mendapat ispirasi dari teologi pembebasan di Amerika Latin.
Seperti kata Austen Ivereigh, penulis biografi Paus Fransiskus, Paus Fransiskus Jorge Bergoglio menolak Marxisme – meskipun dia mengaku memiliki banyak teman Marxis. Namun, dia memegang teguh sejumlah prinsip teologi pembebasan, menganut versi nasionalis ide tersebut yang juga disebut Teologi Rakyat.
Teologi rakyat sebenarnya menjadi kritikan pedas bagi para pemeluk agama yang sibuk mengurus perkara-perkara surgawi tetapi menutup mata terhadap masalah-masalah dunia. Kini, mereka menuntut solidaritas global untuk mengatasinya.
Berulang kali dalam khotbah-khotbahnya, dia menyentil penyakit akut yang masyarakat modern, yang dia sebut sebagai globalisasi ketidakpedulian.
Karena perkembangan zaman, orang menjadi sangat individualis dan bersikap apatis terhadap sesama di sekitar. Orang-orang beragama sibuk mengurus pembelaan iman sendiri sambil mencelah habis-habisan iman pihak lain sebagai iman yang salah.
Hal ini sejalan dengan pesannya dalam seruan apostolik Evangelii Gaudium (Sukacita Injili).
“Saya lebih bersimpati pada Gereja yang rapuh, terluka, dan kotor karena menceburkan diri ke jalan-jalan ketimbang sebuah Gereja yang sakit lantaran tertutup dan mapan mengurus dirinya sendiri.” (AE, No. 49).
Dalam khotbahnya di Kuba pada 2015, Paus memberi penegasan soal teologi rakyat.
“Pelayanan tidak pernah ideologis. Karena kita tidak pernah melayani ide, melainkan melayani rakyat.” *** (O Gozali)