Purbalingga, serayunews.com
Pemerintah pusat telah menetapkan satu harga untuk minyak goreng, baik jenis sederhana sampai premium, sejak Rabu (19/01/2022). Sementara ini kebijakan itu berlaku di toko ritel modern dan supermarket. Namun demikian, di lapangan kebijakan tersebut belum sepenuhnya diterapkan. Masih terdapat sejumlah kecurangan yang dilakukan oleh pihak toko.
Diketahui, terkait kondisi saat ini, pembeli hanya dibatasi untuk membeli 2 liter saja. Namun demikian, tidak sedikit toko modern yang tidak memajang stok barang. Ada juga toko yang memajang stoknya, namun untuk pembelian harus membeli juga produk lainnya, dibuat paket.
“Sejak ada program minyak, subsidi tentunya selaku UMKM kita berusaha nyari yang subsidi. Tapi kejadiannya di lapangan susah sekali untuk mendapatkannya di toko-toko modern terdekat,” kata Yelfia, salah satu pelaku UMKM Purbalingga, Selasa (25/01/2022).
Produsen Abon Lele ini mengatakan, sebenarnya program satu harga minyak goreng itu bagus. Harapannya agar tidak susah nyari minyak dengan harga subsidi. Selain itu untuk UMKM yang produknya benar-benar mengandalkan minyak tidak dibatasi hanya 2 liter.
“Karena repot juga untuk mengumpulkan dari 1 toko modern ke toko moderen lainnya. Karena untuk buat abon sehari bisa pakai minyak sekitar 12 liter,” katanya.
Produsen Makaronikeju Elfath Purbalingga, Asep Hidayah, dia juga mengalami kondisi yang sama. Jika dibatasi 2 liter tiap pembelian, hal itu menghambat produksinya. Sebab dalam sehari pihaknya bisa menghabiskan sampai 30 liter minyak.
“Kalau dibatasi ya susah juga, sedangkan produksi harus tetap jalan,” katanya.
Untuk mencukupi kebutuhan, pihaknya mengambil minyak langsung dari distributor. Meskipun harga relatif lebih tinggi dari yang ditetapkan. Namun hal itu dipilih demi kelangsungan produksi.
“Pada akhirnya ya mending beli dengan harga lebih tinggi ngga apa apa, yang penting tetep bisa produksi,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Dinas UMKM Purbalingga Adi Purwanto, menyampaikan bahwa kebijakan satu harga minyak goreng memang baik. Para pelaku usaha menjadi lebih mudah menghitung harga pokok penjualan (HPP), karena tidak ada fluktuasi harga.
“Kebijakannya bagus, tapi idealnya harga yang stabil tapi stok juga ada,” katanya.
Kendala yang dihadapi para pelaku UMKM adalah lebih pada ketersediaan stok. Sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam mencari barang. Kelangsungan produksi juga bisa berjalan.
“Yang paling penting saat ini stok ada dulu. Jika pun harus lebih mahal sedikit mereka masih bisa menyiasati dengan berhemat, mungkin biasa dipakai 2-3 kali, nanti dipakai sampai 5 kali. Sebab untuk menaikan harga produk itu lebih kesulitan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindag Purbalingga, Johan Arifin, menegaskan bahwa tidak ada syarat khusus untuk pemberlakukan kebijakan satu harga. Termasuk dibuat paket dengan pembelian produk lain.
“Itu tidak boleh, ketentuannya hanya dibatasi maksimal beli dua liter,” katanya.
Johan menambahkan, sejak dilakukan monitoring, memang sudah didapati kecurangan. Di antaranya yakni tidak dipajang di rak, meskipun stok masih ada di gudang.
“Sementara ini masih teguran lisan, tapi kalau sudah sampai tiga kali, ya ada saksi lain,” kata dia.