SERAYUNEWS– Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak kemarau akan terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan agar masyarakat waspada Demam Berdarah Dengue (DBD).
Kemenkes mencatat, hingga minggu ke-17 Tahun 2024, terdapat 88.593 kasus DBD dengan 621 kasus kematian di Indonesia. Berdasarkan laporan, dari 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, kematian akibat DBD terjadi di 174 kabupaten/kota di 28 provinsi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, dr. Imran Pambudi menyampaikan, kemarau diperkirakan akan meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk. Sebab, nyamuk akan sering menggigit ketika suhu meningkat.
“Jadi, kita dapat penelitian, waktu suhunya 25 derajat celcius itu nyamuk menggigitnya 5 hari sekali. Tapi, kalau suhunya 20 derajat celcius, nyamuk akan menggigit 2 hari sekali,” ujarnya dikutip dari laman resmi milik Kemenkes, Kamis (20/6/2024).
Menurutnya, hal ini dapat meningkatkan potensi kasus terjadi saat Juli dan Agustus saat suhu udara tinggi. Untuk kasus DBD di Indonesia mengalami pemendekan siklus, yang mengakibatkan peningkatan Incidence Rate (IR) dan penurunan Case Facility Rate (CFR).
“Terjadi pemendekan siklus tahunan dari 10 tahun menjadi 3 tahun bahkan kurang, yang disebabkan oleh fenomena El Nino. Kasus DBD berhasil diturunkan sekitar 35 persen pada 2023 dan awal 2024,” jelasnya.
Meskipun demikian, pada minggu ke-22 Tahun 2024, kasus DBD kembali mengalami kenaikan mencapai 119.709 kasus. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan total kasus DBD pada 2023 yang mencapai 114.720 kasus.
“Jumlah kasus DBD saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kasus di Tahun 2023. Meskipun kasus DBD meningkat, jumlah kasus kematian akibat DBD menunjukkan penurunan,” beber dia.
Pada 2023, jumlah kematian akibat DBD mencapai 894 kasus, sedangkan pada 2024 minggu ke-22 terdapat 777 kasus kematian. “Kunci penangananya yang saya lihat di DKI ini, begitu terdeteksi demam berdarah langsung masuk rumah sakit untuk diopname,” pungkasnya.
Karena, kata dia, jika pasien pulang akan susah dilakukan monitoring. “Monitoring kebocoran cairannya itu susah. Itulah kunci untuk menurunkan case facility rate seminimal mungkin,” kata Direktur dr. Imran.