
SERAYUNEWS – Budayawan sekaligus rohaniwan Jesuit, Romo FX Mudji Sutrisno, tutup usia pada Minggu (28/12) di Rumah Sakit Carolus, Jakarta Pusat. Meninggal karena apa?
Kepergian sosok yang dikenal luas sebagai pemikir lintas disiplin ini meninggalkan duka mendalam bagi banyak kalangan, mulai dari akademisi, tokoh agama, hingga seniman.
Dalam informasi yang diterima, Romo Mudji Sutrisno mengembuskan napas terakhirnya pada usia 71 tahun karena sakit.
Kabar tersebut disampaikan secara resmi melalui kanal media sosial Jesuit Indonesia.
“Meninggal dunia pada hari Minggu, 28 Desember 2025 pukul 20.43 WIB di RS. Carolus Jakarta, karena sakit,” demikian informasi yang dikutip dari akun Instagram Jesuit Indonesia.
Kepergian Romo Mudji menjadi kehilangan besar, mengingat perannya yang sangat aktif dalam merawat dialog antara iman, filsafat, seni, dan kebudayaan di Indonesia.
Berdasarkan informasi yang beredar, jenazah Romo FX Mudji Sutrisno akan disemayamkan di Colese Canisius, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (29/12) pagi.
Tempat ini memiliki makna tersendiri karena erat dengan dunia pendidikan dan pembinaan intelektual, bidang yang sepanjang hidup digeluti Romo Mudji.
Misa Requiem dijadwalkan berlangsung pada:
Sementara itu, prosesi pemakaman akan dilaksanakan pada 31 Desember 2025 di Taman Maria Ratu Damai, Girisonta, sebuah kompleks pemakaman yang menjadi peristirahatan terakhir para imam dan rohaniwan.
Kepergian Romo Mudji juga mengundang ungkapan belasungkawa dari berbagai tokoh nasional.
Salah satunya datang dari mantan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, yang menyampaikan pesan duka melalui media sosial X.
“Selamat berpulang sepenuh rela dan bahagia, Romo Mudji. Swargi langgeng,” demikian ucapan eks Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di X.
Ungkapan tersebut mencerminkan penghormatan mendalam atas perjalanan hidup Romo Mudji yang dinilai penuh ketulusan, keheningan reflektif, sekaligus keberanian berpikir kritis.
Romo FX Mudji Sutrisno lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 12 Agustus 1954. Ia dikenal sebagai pemikir dengan latar akademik kuat.
Gelar doktor di bidang filsafat diraihnya dari Universitas Gregoriana, Italia, salah satu pusat studi filsafat dan teologi ternama di dunia.
Sepanjang hidupnya, Romo Mudji tidak hanya menjalani peran sebagai rohaniwan.
Ia juga dikenal luas sebagai akademisi yang mengabdikan diri di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta.
Di kampus ini, Romo Mudji menjadi figur penting dalam pengembangan pemikiran filsafat, etika, dan kebudayaan.
Menariknya, Romo Mudji juga pernah terjun langsung ke ruang publik dan demokrasi.
Mengutip dari berbagai sumber, ia pernah menjabat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001–2005. Namun, pada 2003, ia memilih mengundurkan diri.
Kala itu, Romo Mudji bersama Imam B. Prasodjo memutuskan mundur dari KPU untuk kembali menekuni dunia akademik.
Romo Mudji melanjutkan pengajarannya di STF Driyarkara, sementara Imam Prasodjo kembali mengajar di Universitas Indonesia.
Keputusan tersebut menunjukkan konsistensi Romo Mudji dalam memilih jalan pengabdian intelektual.
Selain dikenal sebagai filsuf dan rohaniwan, Romo FX Mudji Sutrisno juga seorang budayawan dan seniman.
Ia produktif menulis dan menghasilkan berbagai karya yang mempertemukan filsafat dengan pengalaman batin manusia.
Beberapa buku karyanya yang cukup dikenal antara lain:
Tak hanya melalui kata, Romo Mudji juga mengekspresikan gagasan dan spiritualitasnya lewat seni lukis.
Ia kerap terlibat dalam pameran seni rupa. Salah satu yang terbaru adalah pameran lukisan bertajuk “Dari Gereja ke Gereja” yang digelar pada 16–25 September 2025 di Balai Budaya Jakarta, Menteng.
Kepergian Romo FX Mudji Sutrisno meninggalkan warisan pemikiran yang mendalam.
Ia dikenal sebagai sosok yang menjembatani iman dan kebudayaan, rasionalitas dan keheningan, serta kritik sosial dan spiritualitas.
Bagi banyak orang, Romo Mudji bukan hanya guru, tetapi juga penuntun dalam memahami kehidupan secara lebih manusiawi.
Karyanya akan terus hidup dan menjadi rujukan bagi generasi mendatang.***