SERAYUNEWS– Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat pernyataan, seorang presiden boleh berkampanye dan memihak dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Bahkan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2024 ini.
Namun demikian, presiden harus mengikuti aturan yang ada. “Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tetapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” ujarnya Rabu (24/1/2024).
Pernyataan Jokowi itu muncul di tengah masa kampanye terbuka dan kurang dari sebulan pelaksanaan pemilu. Pernyataan mantan Wali Kota Solo tersebut menuai banyak komentar.
Salah satu yang memberikan komentar terkait pernyataan Jokowi itu adalah Pengamat Politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq. Menurutnya, seorang presiden seharusnya netral dalam pemilihan umum.
“Presiden juga tidak seharusnya memihak pada calon tertentu, atau ikut berkampanye. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan yang merusak demokrasi,” ungkap Ahmad Sabiq dalam keterangannya, Rabu (24/1/2024) petang.
Kepala Laboratorium Ilmu Politik FISIP Unsoed itu menjelaskan, prinsip netralitas pemimpin negara terhadap calon dalam pemilihan umum merupakan standar demokrasi. Hal ini untuk menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum.
“Dalam konteks demokrasi yang sehat, presiden yang secara terang-terangan menyatakan dukungan dan berencana berkampanye untuk calon tertentu dapat dianggap melanggar prinsip netralitas,” beber dia.
Dalam konteks politik, lanjut Ahmad Sabiq, meskipun Presiden Jokowi memiliki hak untuk memiliki preferensi politik pribadi. Namun demikian Presiden Republik Indonesia itu terikat oleh etika politik yang menekankan pentingnya mempertahankan integritas dan kewibawaan institusi kepresidenan.
Presiden Jokowi semestinya memahami posisinya sebagai Kepala Negara yang diharapkan memenuhi peran sebagai pemimpin seluruh bangsa. Jadi bukan hanya bagi satu kelompok atau partai politik.
“Kemudian melibatkan diri secara terbuka dalam kampanye bisa dianggap melanggar etika dan prinsip demokrasi yang sehat,” beber akademisi yang aktif di Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Banyumas itu.