
Purwokerto, serayunews.com
Kepala Kejari Purwokerto, Sunarwan menjelaskan, sebelumnya dana eks PNPM sekitar Rp5,9 miliar, untuk modal dan investasi ke PT LKM KDM Kedungbanteng sejak tahun 2015. Hingga tahun 2022, investasi berupa kegiatan jasa keuangan simpan pinjam itu, berkembang menjadi Rp14 miliar.
PT LKM KDM mengembangkan dana eks PNPM senilai Rp9 miliar. Dana itu oleh kedua tersangka untuk deviden dan gaji pegawai. Sedangkan sisanya Rp5,6 miliar, menjadi piutang di tangan peminjam atau nasabah.
“Dalam aturan, dana eks PNPM itu tidak boleh untuk modal atau investasi PT. Tetapi, harus untuk simpan pinjam bergulir, melalui BUMDES,” kata Sunarwan.
Jika ingin pengembangan dengan model simpan pinjam, dana eks PNPM itu harus melalui BUMDES. Laba dari simpan pinjam itu, minimal 50 persen harus kembali ke pengelola PNPM atau pihak BUMDES.
Atas perbuatannya, kedua tersangka kena Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara, dan minimal satu tahun penjara.
Terkait apakah ada kemungkinan tersangka lain dari kalangan penyelenggara negara, Sunarwan mengatakan, hal itu masih harus menunggu hasil perkembangan penyidikan lebih lanjut.
Di hadapan petugas PN Purwokerto, tersangka ARF mengaku, mengetahui soal pelanggaran aturan tersebut. Dia juga tak mampu mengelak, telah menggunakan dana tersebut untuk modal investasi PT.