
SERAYUNEWS – Profesi petani kopi kini semakin dilirik anak muda di Kabupaten Purbalingga. Pasalnya, harga kopi yang terus naik membuat komoditas ini semakin menjanjikan, terutama saat musim panen raya.
Minat generasi muda ini mengemuka dalam acara Rembug Kopi yang digelar Komunitas Petani Kopi Purbalingga (Kompak) bersama Dinas Pertanian (Dinpertan) Purbalingga di Gasebo P4S Sawah Gunung, Desa Karanganyar, Jumat (21/11/2025).
Acara dihadiri Kepala Dinpertan Ir Prayitno, M.Si, Penasehat Kompak Dr Indaru Setyo Nurprjo, S.IP, MA, Pegiat kopi Hapsoro Paripurno, Kabid SDM Binus Dinpertan Suyitno, S.St, serta para petani anggota Kompak.
Petani kopi kembali merasakan optimisme setelah harga jual meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir.
Rusdi, petani asal Desa Gondang, Karangreja, menyebut harga kopi merah kini mencapai Rp 75 ribu–Rp 80 ribu per kilogram, sementara kopi jotos berada di kisaran Rp 55 ribu–Rp 65 ribu.
“Dulu saat harga kopi hanya Rp 18 ribu – Rp 20 ribu, petani kecewa. Bahkan ada yang membabat tanaman kopinya,” ujarnya.
Kondisi ini kini berubah. Banyak petani kembali menanam kopi dan berharap tren positif terus berlanjut.
Kusnoto, petani dari Desa Jingkang, menyampaikan bahwa anak muda mulai tertarik menjadi petani kopi.
“Kami membutuhkan bibit kopi seberapapun jumlahnya. Kami siap menanam. Kami mohon pemerintah bisa mendukung para petani kopi yang sedang semangat,” katanya.
Sementara itu, Tikno dari Desa Kutabawa, yang memproduksi kopi Mount Slamet Coffee, menyebut harga robusta di musim panen terakhir mencapai Rp 75 ribu–Rp 80 ribu, sementara arabika greenbean menembus Rp 150 ribu.
Pegiat Kopi Purbalingga, Hapsoro Paripurno, sedang menyiapkan konsep hilirisasi bertajuk “Mempertautkan Kopi, Kita, dan Bumi.”
Konsep ini mendorong nilai kopi tidak sekadar komoditas, melainkan medium edukasi dan keberlanjutan.
“Konsep ini menghadirkan narasi multikanal tentang keberlanjutan melalui tur, pameran, riset, seni, media, dan pengalaman konsumsi kopi yang reflektif,” kata Rio.
Misi konsep ini adalah:
“Melalui konsep ini, kami ingin menaikan nilai jual kopi antara 20–30 persen,” imbuhnya.
Penasehat Kompak, Indaru, mendorong petani kopi bekerja sama dengan pemerintah desa, terutama desa yang memiliki hak pengelolaan hutan.
“Lahan hutan bisa digunakan untuk tanaman kopi. Harapannya dapat meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus mendukung konservasi,” ujarnya.
Kepala Dinpertan Prayitno mencatat luas tanaman robusta mencapai 1.682 hektare, sedangkan arabika 98 hektare.
Pemkab juga memiliki lahan kopi seluas 1,9 hektare di Desa Cendana untuk demplot dan pengembangan kapasitas petani.
“Pemkab siap berkolaborasi dengan para petani kopi,” katanya.