SERAYUNEWS- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa sejumlah wilayah di Indonesia akan segera memasuki masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau yang dikenal sebagai musim pancaroba.
Khususnya di kawasan Jabodetabek, hujan masih sering turun pada sore hingga malam hari, hingga memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, memperkirakan bahwa sekitar 57,7 persen wilayah Indonesia akan mulai bertransisi menuju musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025.
Selama masa peralihan musim (pancaroba), hujan biasanya terjadi pada siang hingga malam hari.
Bermula dengan suhu udara hangat sejak pagi, ini menyebabkan kondisi atmosfer menjadi tidak stabil.
Pemanasan permukaan yang kuat memicu terbentuknya awan-awan konvektif, khususnya awan Cumulonimbus (Cb).
Hal itu berpotensi menimbulkan hujan deras beserta petir, angin kencang, bahkan hujan es atau puting beliung.
Hujan di periode ini umumnya bersifat tidak merata dan berlangsung dalam waktu singkat.
Meskipun durasinya pendek, intensitas hujan bisa tinggi dan berpotensi menimbulkan gangguan, terutama bila terjadi bersamaan dengan fenomena cuaca ekstrem lain.
BMKG mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem selama masa peralihan musim, seperti hujan deras, angin kencang, petir, hingga puting beliung.
Fenomena ini bisa muncul secara mendadak dan memberikan dampak yang cukup besar, terutama di daerah yang rentan terhadap bencana hidrometeorologi.
Sebagai upaya pencegahan, masyarakat sebaiknya mengamankan benda-benda di luar rumah yang mudah tertiup angin.
selain itu, hindari berteduh di bawah pohon atau baliho yang tidak kokoh saat hujan lebat terjadi.
BMKG menjelaskan bahwa secara atmosferik, aktivitas MJO (Madden Julian Oscillation) diperkirakan berlangsung di wilayah barat Aceh hingga utara Papua, mencakup juga Laut Cina Selatan dan wilayah perairan timur Indonesia.
Fenomena ini, bersama dengan gelombang atmosfer lainnya seperti Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency.
Hal tersebut berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan konvektif serta memicu pembentukan sirkulasi siklonik di kawasan tengah hingga utara Indonesia.
Tekanan rendah diprediksi terbentuk di Teluk Benggala. Sementara itu, sirkulasi siklonik terdeteksi di wilayah Kalimantan Selatan, Laut Arafura, dan Samudra Pasifik utara Papua.
Kondisi ini turut mendorong terbentuknya area konvergensi dan konfluensi di berbagai wilayah, dari Aceh hingga Papua. Ini berpotensi menyebabkan hujan berintensitas tinggi.
Selain itu, tingkat labilitas atmosfer cukup tinggi yang menjadi pemicu cuaca ekstrem berskala lokal terpantau di sejumlah wilayah di Indonesia.
Mengingat dinamika atmosfer yang aktif ini, masyarakat harus tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem dan rutin memantau informasi cuaca dari sumber resmi.
Seiring dengan masuknya musim pancaroba, masyarakat sebaiknya selalu siaga dan tidak mengabaikan risiko cuaca ekstrem yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Selalu ikuti pembaruan cuaca dari BMKG untuk menjaga keselamatan diri dan keluarga.***