Masalah fenomena sosial perkawinan usia muda di Indonesia merupakan salah satu fenomena yang banyak terjadi di berbagai wilayah di tanah air, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase pernikahan dini di Indonesia meningkat dari 2017 yang hanya 14,18 persen menjadi 15,66 persen pada 2018. Bahkan, pada masa pandemi, tren pernikahan dini turut meningkat. Pada 2021, Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) mencatat, 64.000 anak di bawah umur mengajukan dispensasi menikah selama pandemi Covid-19. Permohonan dispensasi dilakukan lantaran salah satu atau kedua calon mempelai belum masuk usia kawin berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini.
Indonesia sendiri mengatur batas usia minimal untuk menikah didasarkan pada:
1. UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Hal ini didasarkan kepada kematangan jasmani (fisik), kematangan rohani, atau kejiwaan (psikis). Sehingga diharapkan telah mampu memahami konsekuensi dilangsungkannya perkawinan dan mempunyai tanggung jawab untuk dapat membina keluarga yang bahagia, sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh Undang-undang perkawinan[1].
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dijelaskan dalam pasal 29 yaitu sebagai berikut : “Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap 18 tahun, seperti pun seorang gadis yang belum mencapai umur genap lima belas tahun tidak di perbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan”. Ukuran untuk menentukan batas usia tersebut didasarkan semata-mata pada fungsi biologis seorang pria dan seorang wanita karena dianggap telah matang untuk melangsungkan perkawinan, sehingga jika mereka melangsungkan perkawinan di harapkan bahwa dari perkawinan tersebut telah dapat dilahirkan anak[2].
Ketentuan-ketentuan mengenai dispensasi dalam pasal 29 KUH Perdata tidak berlaku lagi. Seperti dinyatakan dalam penjelasan pasal 7 ayat (2) Undang-undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, ketentuan-ketentuan dispensasi yang mengatur tentang pemberian dispensasi terhadap perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undanng Hukum Perdata tidak berlaku lagi dengan berlakunya Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yang mendapatkan perubahan menjadi UU 16 tahun 2019. Dispensasi sebagaimana yang dimaksudkan artinya penyimpangan terhadap batas minimum usia kawin yang telah di tetapkan oleh undang-undang yaitu 19 tahun.
Berdasarkan penjabaran Undang-undang di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini, yaitu calon suami/istrinya di bawah 19 tahun, pada dasarnya tidak dibolehkan oleh undang-undang. Selain itu, bila calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, ia harus mendapatkan izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan. Hal ini berkaitan dengan pasal Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan.
Syarat – syarat perkawinan menurut Kitab UU Perkawinan Pasal 6:
1. Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai.
2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2) , (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangusngkan perkawinan atas permintaan orang terebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang terebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
6. Ketentuan tetrsebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Landasan penentuan umur dalam perkawinan dapat di katakan semata-mata didasarkan pada kematangan jasmani seseorang atau fungsi biologis seseorang. Dalam perspektif hukum, batas usia minimum seseorang melakukan perkawinan adalah 19 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Tetapi apabila salah satu atau kedua belah pihak (suami/istri) yang masih di bawah umur 21 tahun tetapi sudah mencapai batas minimum perkawinan hendak melaksanakan perkawinan maka wajib hukumnya sebagai subjek hukum untuk mendapatkan izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan.
Tugas Hukum Bisnis
Dosen Pengampu : Dr. Eti Mul Erowati, S.H., M.Hum.
Kelas : 3 Manajemen 3
Ditulis oleh :
Rahma Hani A., Dillah Okta S., Adellia Rachmawati T., Cintya Ayu
P. A., Adila Ayu W.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Wijayakusuma Purwokerto