Advertisement
Advertisement
Purwokerto, Serayunews.com
Hal itu seperti dituturkan Li’lli Nur Indah Sari, salah satu guru di SD Islam Nurul Hikmah, Kabupaten Tangerang. Guru yang biasa disapa Ibu Lilik ini cukup kerepotan karena ia mengajar siswa kelas 1 SD yang baru beralih jenjang sekolah dan langsung harus beradaptasi dengan pembelajaran daring.
Menurutnya, butuh banyak inovasi serta kreativitas agar pembelajaran daring tetap berjalan efektif. Karena itu, ia terus berpikir merumuskan metode mengajar daring yang bisa membuat siswa kelas 1 SD dapat mengikuti pembelajaran.
“Saat pandemi, siswa dipaksa harus belajar dengan sistem baru yaitu daring, sementara kondisi rumah mereka berbeda-beda. Saya berpikir bagaimana mengajak mereka untuk tetap belajar dan tetap bisa mencapai kompetensi,” kata Lilik dalam zoom meeting bersama Gerakan Wartawan Peduli Pedidikan (GWPP), Senin (25/4/2022).
Lilik kemudian memilih untuk membuat siswa mematuhi aturan yang ada di rumah masing-masing dan kemudian meminta para siswa untuk bercerita. Pembelajaran ini sama sekali tidak menggunakan buku dan siswa lebih dikondisikan untuk beraktivitas seperti biasa, namun dengan lebih mengenal dan mematuhi aturan di rumah masing-masing.
Metode ini menjadikan rumah sebagai pusat untuk belajar. Para siswa harus merefleksikan kondisi rumah mereka. Misalnya, ada yang bercerita tentang kondisi mainan yang berantakan, atau handuk yang ditaruh tidak pada tempatnya usai mandi. Maka selanjutnya, siswa diminta untuk mengubah kebiasaan tersebut dan mulai mematuhi aturan yang ada di rumah.
“Jadi metode assessment project ini kita terapkan dengan sederhana. Siswa harus mulai mematuhi aturan di rumah masing-masing dan mereka merumuskan sendiri pada sisi mana mereka akan mengambil peran dalam menjalankan aturan tersebut,” ungkapnya.
Proses pembelajaran ini menempatkan siswa sebagai polisi aturan di rumah dan guru melibatkan orangtua siswa untuk memberikan penilaian terhadap kedisiplinan siswa menerapkan aturan yang sudah disepakati. Sedangkan untuk sistem penilaiannya, akan diambil dari tingkat kepatuhan dan konsistensi siswa. Termasuk juga perubahan kondisi rumah, sebelum dan sesudah siswa menjalankan aturan.
“Metode pembelajaran ini simpel dan lebih bermanfaat. Anak-anak juga memiliki pengalaman dalam menerapkan aturan dan mereka kemudian kita minta untuk bercerita,” jelasnya.
Belajar Kehidupan
Hal senada juga disampaikan guru SMPN 1 Nagrek, Kabupaten Bandung, Jabar, Iwan Ardhie Priyana. Menurutnya, selama pembelajaran daring banyak keluhan dari siswa maupun orangtua terkait tugas-tugas yang dibebankan. Hal tersebut akibat guru yang masih gagap dalam menjalankan pembelajaran daring yang mendadak.
Namun muncul kebijakan penyederhanaan kurikulum, membuat guru dan siswa bisa sedikit bernapas lega. Sehingga pembelajaran saat pandemi lebih dirancang sebagai pembelajaran kehidupan dan anak-anak menjadikan rumah sebagai tempat mereka bersekolah.
“Anak-anak mulai kita dorong untuk belajar kehidupan, mereka kita haruskan mengerjakan tugas-tugas di rumah seperti mencuci baju mereka sendiri, kemudian kita beri tugas untuk menuangkan dalam tulisan proses pengerjaan mencuci baju tersebut,” kata Iwan yang merupakan guru Bahasa Indonesia.
Untuk pembelajaran selanjutnya, Iwan juga terus merumuskan penugasan yang membangun kreativitas siswa dan tidak membosankan. Ia mencontohkan, terkait kondisi pandemi, ia membagikan video tentang social distancing, kemudian anak-anak diminta untuk membuat tulisan seputar pentingnya penerapan social distanching. Kemudian ada juga penugasan untuk menjaga kebersihan rumah, membangun empati dan lainnya.
Dari paparan kedua guru pada jenjang pendidikan yang berbeda tersebut, muaranya sama yaitu membuat belajar daring menjadi tetap efektif dan siswa serta orangtua tidak terbebani, dan kuncinya adalah dengan inovasi pembelajaran. Assessment project yang diterapkan saat pembelajaran daring tersebut, ternyata juga tetap relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran tatap muka. Hal ini dibuktikan dengan tercapainya kompetensi siswa.