
SERAYUNEWS – Hujan deras yang mengguyur wilayah utara Kabupaten Cilacap kembali memicu bencana tanah longsor di kawasan perbukitan. Kali ini, peristiwa terjadi di Desa Bener, Kecamatan Majenang.
Longsor sepanjang ratusan meter menimbun aliran sungai hingga mengancam permukiman, membuat warga harus mengungsi demi keselamatan.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Cilacap, Budi Setyawan, menjelaskan bahwa longsor terjadi akibat curah hujan tinggi yang mengguyur kawasan Majenang pada Selasa (11/11).
Kondisi tanah yang labil, munculnya mata air baru, serta retakan di tebing memperparah situasi hingga akhirnya terjadi longsoran besar.
“Longsor di Desa Bener, tebing dengan tinggi sekitar 100 meter longsor menimpa Sungai Cilopadang dan area pertanian warga. Hujan deras serta kondisi tebing yang terjal menjadi penyebab utama kejadian ini,” ujar Budi Setyawan, Kamis (13/11/2025).
Material longsoran dari bukit setinggi sekitar 100 meter dengan panjang 300 meter menutup aliran Sungai Cilopadang serta menimbun area persawahan dan kebun milik warga. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, nilai kerugian ditaksir mencapai Rp650 juta.
Menurut Budi, luas area terdampak mencapai dua hektar, mencakup kebun dan sawah warga. Sekitar 1,5 hektar kebun berisi pohon bambu dan kayu tahunan ikut terseret material longsor, sementara 500 ubin lahan sawah tertimbun tanah.
Selain itu, beberapa jalan desa dan jalan kabupaten retak dan amblas, serta sejumlah rumah warga terancam runtuh akibat struktur tanah yang masih bergerak.
BPBD Cilacap bersama perangkat desa dan unsur Forkopimcam Majenang langsung turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan, pendataan, dan evakuasi warga terdampak.
Sebanyak 279 jiwa mengungsi, dengan 125 jiwa ditampung di Balai Desa Bener, sementara sisanya menumpang di rumah kerabat.
“Kami sudah mengevakuasi seluruh warga yang berada di zona rawan. Sebagian besar sudah berada di tempat aman. Pengungsi terdiri dari lansia, balita, hingga penyandang disabilitas, dan semua kebutuhan dasar sedang kami upayakan,” ungkapnya.
Untuk sementara, Balai Desa Bener dijadikan pusat pengungsian utama, lengkap dengan dapur umum, posko kesehatan, dan pos logistik. BPBD juga menyiapkan Pos Lapangan dan Pos Pemantauan di dua titik utama area longsor.
Kebutuhan mendesak para pengungsi saat ini meliputi tiker, selimut, perlengkapan mandi, bahan makanan, serta peralatan dapur seperti kompor dan dandang besar.
BPBD juga berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy yang menurunkan alat berat ke lokasi untuk menyingkirkan material longsoran yang menutup aliran sungai.
“Alat berat dari BBWS sudah diterjunkan untuk penanganan material longsoran. Kami juga memasang rambu peringatan bencana di beberapa titik dan terus memantau kondisi tanah, karena pergerakan masih terjadi,” jelas Budi.
Meski situasi saat ini terkendali, tim gabungan BPBD, TNI, Polri, dan relawan tetap bersiaga menghadapi potensi longsor susulan. Cuaca yang tidak menentu membuat wilayah Majenang dan sekitarnya masih berstatus waspada bencana tanah longsor.
BPBD mengimbau masyarakat agar tidak beraktivitas di sekitar tebing dan selalu memantau perkembangan situasi melalui aparat desa setempat.
“Kami minta masyarakat tetap waspada, terutama yang tinggal di lereng atau tepi sungai. Jika terlihat tanda-tanda seperti retakan baru, air keruh, atau suara gemuruh dari tebing, segera menjauh dan laporkan ke aparat desa,” tandasnya.