Halo sobat, ada kabar baik ini! Kali ini kita akan bahas mengenai jual beli. Siapa sih yang ngga tahu jual beli dan ngga pernah melakukan jual beli. Pasti sobat sering kan melakukannya. Tapi kali ini ada pembahasan yang beda, kali ini kita bahas mengenai dasar hukum jual beli, yuk simak penjelasannya.
Jual-beli, pastinya sudah tak asing lagi. Dari zaman dahulu semua orang selalu melakukan aktivitas jual-beli ini dengan berbagai macam tujuan, seperti untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, hanya untuk mengisi waktu luang, dan masih banyak lainnya.
Nenek moyang kita pada zaman dahulu selalu melakukan jual beli dengan cara tukar menukar barang, misalkan suatu ketika kita membutuhkan sayur-mayur, tetapi kita hanya memiliki beberapa butir telur ayam, maka dengan kesepakatan perjanjian antara pihak yang memiliki sayur dengan pihak kita yang memiliki telur untuk saling menukar, jual beli ini dianggap sah.
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, kini aktivitas jual beli tak lagi menggunakan sistem tukar menukar barang atau biasa kita sebut dengan barter, melainkan kita sudah bisa menggunakan uang yang diserahkan secara tunai, atau mentransfer uang melalui platform m-Banking, atau yang lebih mudahnya lagi, sekarang kita bisa melakukannya dengan cara COD (Cash on Delivery) yang mana nantinya kita akan membayar ketika barang tersebut sudah sampai di tangan kita.
Melalui e-commerce, kini jual beli sudah dapat dilaksanakan dan sifatnya sah, atas adanya kesepakatan antara kedua belah atas barang dan harga yang sudah ditentukan.
Aktivitas jual beli, kini semakin mudah dengan adanya kemajuan teknologi yang pesat, kita tak perlu bepergian ke toko untuk membeli sebuah barang yang kita butuhkan, hanya perlu satu klik saja barang yang kita butuhkan sudah datang sendiri ke rumah kita.
Meskipun sudah dimanjakan dengan kecanggihan dari teknologi, tentunya semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mari kita simak kelebihan dan kekurangan dalam melakukan jual beli secara online.
Kelebihan
Kini penjual dan pembeli bisa bertransaksi tanpa harus bertemu. Toko online adalah pengganti toko fisik yang lebih hemat waktu dan biaya.
Penjual online dapat memulai bisnis dengan membuat situs web toko online mereka sendiri dan bergabung dengan marketplace. Hal ini jauh lebih menguntungkan daripada harus menyewa ruko secara bulanan atau tahunan. Biaya pembuatan dan pemeliharaan situs web relatif lebih rendah. untuk menyewa atau membeli. Beli untuk dijual. Penjualan online juga bisa dilakukan dari rumah. Toko online juga bisa dimulai dari awal tanpa harus khawatir dengan banyak biaya operasional seperti Misalnya, membayar sejumlah besar karyawan, dll.
Hemat anggaran modal bisnis Anda sehingga Anda dapat menetapkan harga jual yang kompetitif. Alasan harga jual di toko fisik bisa lebih mahal daripada toko online adalah karena toko fisik memiliki biaya operasional yang lebih tinggi.
Internet dapat diakses di mana saja, kapan saja untuk membuat transaksi jual beli online lebih fleksibel dan cepat. Menjaring lebih banyak target konsumen membuka peluang lebih besar untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan bisnis.
Toko online bisa menjadi bisnis sampingan karena waktunya fleksibel. Jika Anda sedang bekerja dan ingin menambah penghasilan, memulai bisnis online adalah solusi cerdas. Bisnis online tidak selalu mengharuskan seseorang berada di toko untuk mengawasi transaksi jual beli seperti: B. berjualan di toko offline.
Kekurangan
Salah satu kerugian menjual secara online adalah risiko penipuan lebih tinggi daripada menjual di toko fisik. Ada beberapa kasus penipuan. Misalnya, ada pembeli yang mengatakan ingin membeli barang tetapi tidak pernah melakukannya. bukti pembayaran yang salah.
Pembeli sering merasa tidak puas karena produknya tidak seperti yang mereka harapkan lalu komplain ke penjual. Meskipun sebenarnya dari pihak penjual sudah menjelaskan deskripsi produk, namun karena tidak bertemu dan melihat secara langsung sering terjadi kesalahpahaman.
Interaksi jangka panjang melalui sarana online seperti obrolan antara penjual dan pembeli tidak serta merta menjamin bahwa transaksi jual beli benar-benar akan terjadi.
Salah satu bentuk keluhan pelanggan adalah produk tidak sesuai harapan, waktu pengemasan dan pengiriman lama, produk rusak dalam perjalanan, dll.
Penjual harus terhubung ke internet setiap saat untuk memberikan layanan cepat kepada pelanggan. Respons penjual yang lambat dapat mengakibatkan calon pelanggan membatalkan transaksi. Bisnis online dengan jaringan internet yang buruk kemungkinan akan menghadapi banyak kendala.
Ada dua jenis barang yang di golongkan pada kebendaan dalam jual beli, yakni barang yang dijual menurut tumpukan dan barang tidak dijual menurut tumpukan atau menurut satuan ukuran.
Pastinya Anda bingung bukan, apa sih yang dimaksud barang dijual menurut tumpukan dan barang tidak dijual menurut tumpukan? Yuk simak penjelasannya dari KUH Perdata.
Pengertian Jual-Beli
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1457 berbunyi “Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”
Dan pasal 1458 yang berbunyi “Jual-beli itu telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum di bayar.”
Dari pengertian jual beli di atas, dapat disimpulkan bahwa jual-beli merupakan suatu perjanjian yang telah terjadi kesepakatan tentang barang dan harga antara kedua belah pihak.
Nah, dari pernyataan tersebut, kita tentunya sudah mengetahui arti dari jual beli yang biasanya kita lakukan setiap harinya.
Lalu, bagaimana dengan barang yang dijual menurut tumpukan dan barang tidak dijual menurut tumpukan?
Menurut pasal 1460 KUH Perdata, “Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya.”
Dari pasal di atas, dapat dilihat bahwa setiap barang yang kita perjual-belikan akan selalu ada penanggung jawabnya. Maksudnya ketika sewaktu-waktu barang itu hangus atau hilang maka akan ada yang menanggung atas kerugian tersebut.
Menurut pasal 1461 KUH Perdata, “Jika barang-barang tidak dijual menurut tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah atau ukuran, maka barang-barang itu tetap atas tanggungan si penjual hingga barang-barang ditimbang, dihitung atau diukur.”
Pasal 1462 KUH Perdata, “Jika sebaliknya barang-barangnya dijual menurut tumpukan, maka barang-barang itu adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur”
Contoh Kasus
Jika kita membeli beberapa kg beras, dan beras masih di tangan penjual, tetapi barangnya musnah karena terjadi kebakaran atas kelalaian penjual dalam meletakan barang yang mudah terbakar di dekat kompor yang sedang menyala, maka siapa yang menanggung risiko terhadap perjanjian jual beli beras ini?
Untuk menjawab contoh kasus di atas tentunya jawaban yang tepat adalah pasal 1461 KUH Perdata yang berbunyi “Jika barang-barang tidak dijual menurut tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah atau ukuran, maka barang-barang itu tetap atas tanggungan si penjual hingga barang-barang ditimbang, dihitung atau diukur.”
Dan di tambahkan dengan pasal 1480 KUH Perdata yang berbunyi “Jika penyerahan karena kelalaian si penjual, maka si pembeli dapat menuntut pembatalan pembelian, menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan 1267.”
Pasal 1266 KUH Perdata : “Syarat batal di anggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.”
“Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.”
“Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.”
“jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.”
Pasal 1267 KUH Perdata : “Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.”
Lalu bagaimana jika barang musnah karena terjadinya peristiwa dari alam semesta, bukan karena kelalaian si penjual?
Sedikit menambahkan satu pasal untuk menjawab kasus di atas, di ambil dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 44 ayat (1) mengenai alasan pemaaf, yang berbunyi “Tiada dapat dipidana barang-siapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”
Musnahnya barang karena alasan terjadi peristiwa seperti kebakaran yang disebabkan oleh tiang listrik yang tersambar petir, hujan lebat yang menyebabkan banjir bandang dan menyebabkan barang yang dijual ikut lenyap terbawa arus banjir, atau angin topan yang menyebabkan tumbangnya pohon sehingga menimpa rumah dan semua barang tidak bisa diselamatkan walaupun satu barang saja.
Maka dengan adanya pasal 44 ayat (1) KUH Pidana, di beri keringanan mengenai alasan pemaaf, karena memang tidak ada yang bisa bertanggung jawab atas peristiwa yang telah menimpa tersebut.
Nah, cukup sampai di sini dulu pembahasan kita kali ini, semoga apa yang kita tuangkan hari ini akan selalu bermanfaat untuk kita semua ya sobat. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini. Sampai jumpa.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Wijayakusuma Purwokerto
Dosen Pengampu : Dr. Eti Mul Erowati, S.H., M.Hum
Anggota Kelompok
21310110772 Ayu Idzan Sururi
21310110785 Dewanti Anggitasari
21310110786 Astuti Ayu Permata
21310110790 Shafy Nur Farah Dilla
21310110794 Iyut Regita Setyaningrum